Etiquetas

Tentang Relasi
6:44 PM | Author: Mr.Xu

Merupa-rupa jenis relasi mungkin bukan hal yang asing yang pernah kita ketahui. Banyak ahli telah membagi bermacam-macam jenis relasi sesuai bidang ilmu dan kepentingannya sendiri. Membagi-bagi difinisi relasi bukanlah berarti bahwa kita semua tidak memiliki kesamaan diantara seseorang dengan orang lainnya atau bahkan suatu makhluk dengan makhluk lainnya. Tetapi membedakan jenis relasi hanya sekedar untuk kita lebih memahami diri sendiri.

Kita pernah mengenal istilah ‘Simbiosis’ dalam ilmu biologi. Yaitu sebuah keterhubungan antara suatu mahluk dengan makhluk lainnya ditinjau dari kemanfatatan diantara keduanya. Simbiosis yang telah kita kenal terdiri dari : simbiosis mutualisme, simbiosis komensalisme, dan simbiosis parasitisme.

Simbiosis Hanya sekedar mengingat kembali, kita mengetahui bahwa Simbiosis Mutualisme adalah suatu hubungan antara dua jenis makhluk atau lebih yang saling menguntungkan, dimana satu pihak dapat mengambil keuntungan dari pihak lainnya begitu pula sebaliknya. Sedangkan Simbiosis Komensalisme adalah keterhubungan dua jenis makhluk atau lebih dimana hanya satu pihak saja yang memperoleh keuntungan, tetapi pihak yang lain tidak merasa dirugikan. Dan yang paling parah adalah Simbiosis Parasitisme, yaitu keterhubungan dimana salah satu pihak sepenuhnya mengambil keuntungan dari kerugian pihak lainnya.

Dalam dunia manusia, ketiga jenis relasi di atas sering kali kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari yang ada di sekeliling kita. Simbiosis mutualisme misalnya, mungkin akan banyak kita jumpai dalam suatu masyarakat dimana masing-masing warganya merasa bahwa mereka dihidupkan di dunia ini sepenuhnya hanya untuk melayani. Mereka menyadari bahwa hak kita adalah bukan hanya untuk diri sendiri. Mereka memahami bahwa mereka tidak akan bisa hidup tanpa mengakui keberadaan orang lain.

Tetapi, sejarah manusia akan terhenti, jika tidak ada persaingan, kemajuan peradaban tidak akan berakselerasi jika tidak ada suasana kompetisi. Baik persaingan manusia untuk selalu mengalahkan tantangan alam, maupun persaingan manusia antara satu dengan lainnya untuk saling mengungguli. Dengan persaingan akan lahir berjuta-juta ilmu strategi, dengan persaingan manusia mampu menciptakan beribu-ribu macam kemudahan, dengan persaingan akan tumbuh dan berkembang ilmu pengetahuan. Layaknya dalam suatu kompetisi, pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Tetapi idealnya setiap manusia bisa menang tanpa harus mengalahkan. Seperti halnya Simbiosis Komensalisme yang menghasilkan keuntungan tanpa harus merugikan.

Sayangnya, dalam dunia yang semakin renta ini, hati nurani terkadang tidak pernah diambil perduli. Demi ego dan prinsip-prinsip ke-aku-annya sendiri, manusia menganggap bahwa kemenangan sejati di ukur dari seberapa banyak pihak lain yang dikalahkan. Bahkan yang lebih keji lagi, mereka tidak perduli apakah kemenangan itu akan menguntungkan diri sendiri atau tidak, yang penting orang lain harus ada yang dirugikan. Mereka merasa senang di atas penderitaan orang lain, mereka merasa bangga bisa tertawa di tengah-tengah deraian air mata. Itulah Simbiosis Parasitisme yang sejati.

Dalam budaya jawa, ada satu jenis lagi istilah baru yang mungkin perlu kita ketahui berkaitan dengan macam rupa jenis relasi, yaitu ‘Simbiosis Plengosanisme’. Jenis simbiosis ini memiliki karakter tersendiri, yaitu suatu jenis keterhubungan dimana keberadaan hubungan itu sendiri disangkal oleh masing-masing pihak yang berkaitan. Masing-masing pihak menganggap bahwa di antara mereka tidak pernah ada saling keterhubungan, meskipun sebenarnya mereka hanya membohongi diri sendiri. Ketika seseorang memalingkan muka pada saat bertemu dengan seorang lainnya, pada dasarnya hati mereka sedang berada dalam keterikatan, karena dengan tindakan itu berarti seseorang masih menganggap keberadaan orang lain yang dibencinya itu. Karena berarti seseorang masih berharap dengan keberadaan orang dibencinya itu untuk mau menghargai keberadaan dirinya sendiri. Mereka saling berharap, suatu hari, salah satu pihak mau meminta maaf dan memulai menyapa dirinya terlebih dahulu.

Justru yang perlu dikhawatirkan adalah ketika relasi itu memang secara mental benar-benar tidak ada dan menghilang, atau memang sengaja dilupakan, dimana keberadaan orang lain sudah dianggap tidak pernah ada. Dimana ketika seseorang berjumpa dengan lainnya , sudah tidak ada lagi reaksi apapun juga. Ketika kehadiran orang lain sudah tidak lagi dirasakan, ketika keberadaan orang lain benar-benar dilupakan, ketika kepedulian telah dilemparnya jauh-jauh, dan ketika pintu hatinurani telah terkunci rapat-rapat. Benar-benar suatu keterhubungan yang sudah tidak berhubungan.

Sekarang tinggal bagaimana kita bersikap, bagaimana masing-masing pribadi bisa membawa dirinya sendiri untuk hidup dengan selalu memupuk keperdulian dengan sesama, atau akan mengubur kepekaan hatinurani ke dalam lubang-lubang yang paling dalam. Masing-masing diri kita dilahirkan dengan kebebasan dan berjuta-juta pilihan, tinggal bagaimana masing-masing mampu menghargai kebebasan yang kita miliki. Marilah kita bercermin diri …

This entry was posted on 6:44 PM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments:

My Blog List

  • Laughing before it’s illegal - [image: laugh]Don’t be afraid to laugh. Laugh not make you look like a fool or make your authority will go down if you have appropriate reasons. But you ...
    15 years ago
  • TRiMaKaSiH CiNTa - *Dan bila aku berdiri* *Tegar sampai hari ini* *Bukan karena kuat dan hebatku* *Semua karena cinta* *Semua karena cinta* *Tak mampu diriku* *dapat berdiri t...
    15 years ago