Etiquetas

Vibration Test
7:54 PM | Author: Mr.Xu

"Ya Allah Ya Rabb ampunilah kami yang telah Engkau beri mata tetapi seringkali buta, yang telah Engkau beri telinga tetapi kadangkala tuli, yang telah Engkau beri akal tetapi enggan befikir dan yang telah Engkau beri hati tetapi kami membuatnya selalu terkunci."

"Ya Allah, jika untuk membuka mata kami Engkau hadirkan bara api dihadapan kami yang cahaya dan panasnya mampu menembus mata kami yang terkatup, maka kuatkanlah kami, gerakkanlah kelopak mata kami sehingga segera terbuka sebelum gejolak apiMu semakin membesar."

"Ya Rabbi, jika untuk membuat telinga kami mendengar Engkau meledakkan gunung-gunung dengan suara bergemuruh, maka janganlah Engkau beri beban kami dengan ujian yang kami tidak bisa menyelesaikannya."

"Ya Allah, jika untuk menghilangkan kemalasan kami untuk berfikir, Engkau uji kami dengan kesulitan hidup, maka bukalah fikiran kami sebelum akhirnya kami berputus asa."

"Ya Rabbi, jika untuk membuka kepekaan hati kami engkau perlihatkan dihadapan kami korban-korban bencana yang bergelimangan penderitaan, maka gerakkanlah hati kami, karena hanya Engkaulah Sang Maha Penggenggam hati."

Siang itu saya sedang membuka-buka email yang masuk dan membacanya satu demi satu dan membalas beberapa email yang sekiranya perlu untuk ditanggapi atau diberi jawaban. Ada sebuah email yang menurut saya cukup menarik, yaitu sebuah laporan dari Departemen Quality mengenai hasil "Vibration Test" sebuah produk LED Television. Pada email itu disertakan sebuah lampiran berupa Foto Pengujian. Terlihat di dalamnya sebuah gambar dimana sebuah LED terikat dengan tali yang disediakan khusus dan berada diatas sebuah alat penguji getaran. Tujuan pengujian ini adalah untuk menguji sejauh mana daya tahan produk terhadap getaran mekanik yang diatur dengan tingkat kekuatan tertentu dan terukur. Pengujian ini sekaligus juga sebagai simulasi pada saat produk berada dalam truk selama pelaksanaan distribusi.

Banyak hasil pekerjaan yang diuji dari metode uji getaran ini, antara lain bagaimana desain pakaging, apakah cukup memadai, atau apakah setiap bagian-bagian komponen sudah dirakit dengan benar, apakah semua bagian yang dirakit sudah berada tepat ditempatnya sesuai fungsinya masing-masing, dan lain-lain. Lalu, tiba-tiba saja muncul pemikiran iseng dalam benak saya, mendengar sedang terjadinya berbagai bencana alam di negara tercinta ini, bagaimana seandainya yang diuji dengan alat vibration test tersebut adalah bumi kita ?

Saya bayangkan bumi sedang berada di atas alat uji tersebut, terguncang-guncang sedemikian rupa . Kadang kala secara tiba-tiba seperti dihempaskan, lalu seperti diguncangkan kekiri dan kekanan. Pertanyaannya adalah, jika seandainya Produsen bumi kita ini kemudian melakukan pengujian terhadap bumi ini, sebenarnya apa yang mau diuji ? Kenapa harus di uji ?

Seperti halnya produk elektronik, salah satu yang akan diuji dengan alat uji getar adalah kekuatan ikatan antar komponen-komponen. Kekuatan ikatan yang menyatukan satu bagian dengan bagian yang lain, yang membentuk satu kesatuan fungsi. Demikian pula manusia sebagai bagian dari sistem kehidupan alam semesta ,saat ini sedang diuji dengan metode "Uji Bencana", sejauh mana masing-masing sebagai jiwa dan pribadi saling terikat satu sama lain, sebesar apa kepekaan masing-masing manusia jika ada sebagian saudaranya yang mendapatkan cobaan apakah mereka saling melindungi, atau justru menjadikannya terpecah belah. Hanya kita masing-masing yang memiliki jawabannya. Carilah jawabannya dalam diri masing-masing , tidak perlu mencari-cari jawaban itu ada pada orang lain. Cari pada kedalaman jiwa kita, tidak perlu melihat apa yang ditampilkan oleh orang lain.

QS 29: 2. " Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? "

Mudah-mudahan kita semua mampu malalui segala ujian-ujian Allah dengan sabar dan tawakal . Sehingga mampu ter-upgrade-kan menjadi pribadi yang semakin lebih baik, pribadi yang sadar akan fungsi dan posisinya untuk senantiasi menghambakan diri kepada Sang Maha Pencipta. Mudah-mudahan seandainyapun masih ada bagian-bagian yang belum terakit dengan kuat, Allah akan memperbaikinya.

QS 21: 35. " Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. "

Semoga apa apa yang telah terjadi di sekeliling kita, bisa menjadikan renungan dalam mempelajari ayat-ayat Allah...

Wallahu a’lam bish-shawab .......
JANJI TAUHID
7:09 PM | Author: Mr.Xu
Seperti dalam banyak hal, segala kejadian minimal memiliki dua dimensi yang saling berhimpitan, yaitu dimensi jasmaniah dan dimensi rohaniah. Ada dimensi fakta dan dimensi hikmah, atau ada yang menyebut hal tersurat dan hal yang tersirat. Kedua dimensi tersebut bersama-sama membentuk karakter dan tingkah laku manusia dalam tugasnya memenuhi hak Allah sebagai Sang Maha Pencipta. Pertanggung jawaban manusia sebagai makhluk Tuhan sesungguhnya tidak saja baru dimulai ketika kita dilahirkan dari Rahim ibu, tetapi jauh sebelum itu, yaitu ketika ruh-ruh manusia (Bani Adam) di baiat oleh Allah untuk dipersaksikan terhadap keberadaan Allah sebagai Sang Kholik. “ Bukankah Aku Tuhan kamu sekalian?” Semua arwah manusia menjawab “yaa…! Kami bersaksi.” (QS. 7:72). Sejak "Janji Tauhid" inilah segala prilaku terhadap naik dan turunnya kadar ketauhidan manusia selalu dimonitoring. Bahkan kemudian Allah menguji kadar ketauhidan tersebut dengan menyatukan ruh-ruh manusia ke dalam sebuah jasad.

Mulai dari masa Pra-Dunia (alam arham), yaitu ketika masa pembentukan jasad manusia di dalam rahim ibu, manusia terus menerus diberi pelajaran oleh Allah lalu di uji. Setiap kali manusia lulus dalam setiap ujian, maka bertambahlah derajat ke tauhidannya satu derajat dan begitulah terus menerus hingga akhirnya manusia mulai masuk ke alam kubur ( alam barzakh ). Saat di alam kubur inilah segala pengujian atas ruh manusia kemudian dihentikan, dan saat-saat sakaratul maut merupakan ujian terakhir yang menentukan manusia apakah meninggal dalam keadaan "Khusnul Khotimah" atau "Su'ul Khotimah". Lalu pada akhirnya manusia di wisuda pada masa Yaumul Hisab dengan menerima ijazah dengan tangan kanan atau tangan kiri.

Ruh dan Jasad manusia memiliki kecenderungan sifat yang saling bertolak belakang. Jasad berasal dari tanah dan cenderung untuk selalu luruh ke bawah berkelompok dengan komunitasnya di bumi, sedangkan ruh manusia akan cenderung naik ke atas menuju ke alam arwah dimana asal kejadiannya ruh diciptakan oleh Allah. Keduanya, ruh dan jasad akan saling berbaur dan berusaha saling mengendalikan satu sama lain. Manusia yang jasadnya lebih berkuasa terhadap ruh akan senantiasa menyukai hal-hal keduniaan, cenderung mengikuti hawa nafsu yang rendah dan berderajat melata, sedangkan ruh manusia cenderung untuk kembali ke fitrahnya yaitu selalu berusaha kontak dengan Sang Maha Pencipta. Karena makanan bagi ruh manusia adalah bukan makanan secara fisik, tetapi makanan bagi ruh manusia adalah cahaya ilahi yang hanya diperoleh jika ruh itu terkoneksi secara langsung ke sumber cahaya.

Maka untuk memperkuat ruh manusia agar mampu mengendalikan rekan kerjanya (jasad) adalah dengan mempekuat ruh. Caranya adalah dengan memperbanyak makanan ruh, yaitu dengan "Sholat", sehingga ruh mempunyai asupan gizi yang lebih banyak dan pada akhirnya memiliki kedudukan yang lebih kuat dan mampu mengendalikan jasadnya, yang berarti pula mampu mengendalikan hawa nafsunya. " Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar" (QS. 29:45)

Alternatif kedua yaitu dengan memperlemah jasad dengan cara berpuasa (Siyam), sehingga tubuh fisik tidak akan pernah mampu mempunyai cukup daya untuk mengendalikan ruh. Atau dengan mengamputasi kepemilikan fisik yaitu dengan berzakat atau berinfaq (melepaskan sebagian kepemilikan) kepada mereka yang lebih membutuhkannya. Bahkan lebih lanjut dengan melakukan ibadah pamungkas yaitu ibadah "Haji". Dengan ibadah ini, upaya memperkuat ruh dan melemahkan jasad dilakukan secara serentak dan simultan. Sehingga jika hakekat ibadah haji benar-benar telah kita gapai, maka tugas ruh kita sebagai "Waliullah" benar-benar bisa terlaksana dengan benar.

Semakin kuat ruh mengendalikan jasad, maka akan semakin terbuka hijab (penghalang) yang menutup penglihatan ruh atas petunjuk-petunjuk Allah dan mengingatkan kembali atas "Janji sebelum segala janji" atau "Janji Tauhid" yang pernah kita ikrarkan pada saat berada di alam arwah. Dengan semakin terbukanya hijab maka manusia bisa kembali ke "track" asalnya dan akan menjadikan kita termasuk ke dalam golongan "orang-orang yang memenuhi janji". Sehingga secara bersama-sama ruh dan jasad selalu berada dalam bimbingan Allah SWT. Dengan tutorial dan bimbingan belajar dari Allah Sang pembuat soal-soal Ujian, maka ujian mana lagi yang tidak akan mampu diselesaikan dengan baik ?

Syahadatain : Ikrar yang selalu mengingatkan ruh akan Janji sebelum segala janji.

Lafadz Syahadatain : "Asshadu ala ilaha illallah wa ashadu anna Muhammadu Rasulullah". Ikrar pertama merupakan pengulangan terhadap ikrar manusia yang paling awal, yaitu "tidak ada Tuhan selain Allah", Tuhan yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya. Sebuah pengakuan sang makhluk terhadap keberadaan sang Kholik-nya ( Sang Maha Pencipta). Sebagai janji zat yang tercipta bahwa dia menerima konsekwensi sebagai makhluk untuk bersedia memenuhi kewajiban-kawajibannya untuk memenuhi keinginan-keinginan Sang Pencipta sesuai tujuan penciptaannya. Seperti halnya sebuah kursi diciptakan untuk diduduki atau berfungsi sebagai tempat duduk maka dia harus bersedia memangku siapapun yang mendudukinya, dia tidak berhak menolak keinginan dari sang penciptanya.

Ikrar kedua adalah sebuah identitas dari sekian banyak ruh yang telah Allah ciptakan, kapan ruh mulai dipersatukan dengan jasad. Termasuk dalam golongan umat siapakah ruh ini nanti pada hari akhir akan dikelompokkan. Karena kita dilahirkan ke dunia pada masa kerasulan Nabi Muhammad, maka kita diwajibkan juga berikrar atau bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul Allah.

Shalat sebagai makanan ruh yang menyehatkan.

Shalat adalah aktifitas jasmani (jasad) yang memfasilitasi ruh agar mendapatkan asupan makanan. Hal ini juga sebagai bukti ketundukan jasad atas keinginan ruh. Sehingga bagi manusia yang jasmaninya masih menguasai ruh, dia akan cenderung mengabaikan shalat, atau kalaupun fisik melakukan shalat, tetapi tubuh melakukannya dengan setengah hati. Hal ini disebabkan karena jasmani merasa bahwa shalat ini bukan kebutuhannya, dia hanya sekedar melaksanakan tugas sebagai rekan kerja saja.

Bahkan kalaupun akhirnya jasad membangkang untuk tidak memfasilitasi ruh untuk melakukan shalat, ruh kita sebenarnya masih tetap bisa melakukan shalat. Misalnya jika kaki kita tidak mampu untuk berdiri, kita bisa shalat sambil duduk. Jika dudukpun tidak bisa, kita masih bisa melakukan shalat dengan cara berbaring. Bahkan jika sebagian besar tubuh tidak bisa digerakkan, kita bisa melakukan shalat dengan isyarat. Jadi apapun keterbatasan fisik memfasilitasi kebutuhan ruh akan asupan gizi, jika ruh manusia bisa berlaku sebagai pemimpin, maka shalat tetap bisa dilaksanakan.

Layaknya sebuah "baterey" jika dayanya sudah mulai melemah, maka ia perlu dikoneksikan ke sumber daya (sumber listrik) agar level dayanya kembali meningkat. Dalam shalat, ruh kita mencoba untuk berkoneksi secara langsung dengan Allah sebagai sumber dari segala sumber kehidupan, sehingga level iman kita tetap bertahan bahkan jika perlu selalu diupayakan agar terus-menerus meningkat.

Sebagai analogi untuk bisa terjadi transfer daya, "baterey" tidak bisa begitu saja dihubungkan dengan jaringan listrik, dia perlu alat yang disebut "adaptor" atau "charger" dimana arus listrik dikonversikan dari arus bolak-balik (AC) bertegangan 220 menjadi arus searah (DC) bertegangan rendah ( 6 volt - 12 volt). Jika tidak ada proses konversi ini maka proses "recharge" tidak akan terjadi.

Demikian pula syarat mutlak agar proses "recharge" ini tidak merusak "baterey" itu sendiri adalah bahwa daya pada "baterey" harus menunjukkan level rendah. Oleh karenanya dalam shalat yang terdiri dari beberapa rukun yang diawali dengan "Takbiratul Ikhram" dan di akhiri dengan "Salam" itu, harus diawali dengan pengosongan diri manusia dari sifat-sifat ke angkuhan, syirik, rasa dengki, amarah dan sebagainya yang akan mengakibatkan indikator daya menunjukkan level yang masih tinggi.

Pada shalat, selain syarat-syarat kesucian yang harus dipersiapkan dengan ber-"wudlu" dengan tujuan agar jasmani berada dalam keadaan suci dan mampu mengantar ruh manusia menghadap Allah, ruh manusia harus dipersiapkan dengan pengakuan bahwa Allah Maha Besar ("Allahu Akbar"), tidak ada satupun selain Allah yang mampu menandingi kebesaranNya. Kemudian dilanjutkan dengan penyerahan secara mutlak manusia sebagai hamba, sebagai makhluk atas segala ketentuan-ketentuanNya " Inni Wajahtu, Wahjiah, lilladzi fatharas samawati wal ardhi.... Inna Shalati, Wanusuki, Wamahyaya, Wamammati, lillahi Rabbil Alamin..". Barulah dilakukan koneksi dengan cara menghaturkan puji-pujian "Bismillahi Rahman nir Rakhim", "Alhamdulilahi Rabbil Alamin", "Ar-Rakhman nir Rakhim", "Maalikiyau middin",... Baru kemudian setelah koneksi terhubung, kita mengajukan permohonan, pertolongan, petunjuk dan sebagainya. "Ihdinassyiratal mustakim" (mohon ditunjukkan jalan yang lurus). Memuji lagi, memohon lagi, dan begitulah terus-menerus hingga akhirnya ditutup dengan "salam".

Dengan makanan "shalat" yang menyehatkan ini, maka ruh kemudian menjadi lebih kuat dan terus semakin kuat, sehingga sanggup menjadi pemimpin yang mampu mengendalikan tubuh untuk melewati ujian-ujian duniawi dengan baik, serta mengumpulkan bekal pada ujian akhir dengan level ketauhidan yang semakin meningkat. Sehingga menjadikan kita termasuk ke dalam "Golongan Kanan".

Menafkahkan Sebagian Harta sebagai Wujud Tunduknya Jasmani kita atas kepemimpinan Rohani.

Fitrah dari jasad sebagai salah satu dari dimensi kemanusiaan kita adalah mencintai segala hal yang berbau keduniaan ( harta, wanita, anak-anak, serta binatang piaraan; QS. 3:14). Bahkan kecintaannya terhadap dunia tersebut seringkali mengalahkan kecintaan manusia sebagai makhluk terhadap Sang Kholik-nya. Sebagaimana shalat, zakat maupun infaq juga merupakan bentuk ketundukkan jasad kita terhadap ruh, karena dengan itu pula jasmani kita dituntut untuk mnengorbankan sebagian yang dicintainya demi memenuhi permintaan ruh atas kecintaannya terhadap Sang Maha Pencipta.

Puasa sebagai upaya meninggikan Ruh dan penundukkan atas jasmani manusia.

Saat dimana kualitas koneksi ruh dalam shalat semakin rendah, atau bahkan kuantitasnya pun semakin berkurang maka kedudukan ruh manusia sebagai pemimpin mulai terancam. Apalagi jika hawa nafsu semakin merajalela dan kebutuhan syahwat selalu dimanjakan, maka posisi jasad akan semakin kuat dan siap mengkudeta kepemimpinan ruh atas tubuh manusia.

Dengan berpuasa semua kesenangan yang dicintai oleh jasad harus dikendalikan. Makanan dan minuman yang sangat diinginkan oleh tubuh dikurangi dan dikendalikan. Nafsu dan semua keinginan semua harus dikendalikan. Dengan berpuasa ruh manusia berusaha menlokalisir aktifitas jasmani dan memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi ruh untuk berkuasa.

Ibadah Haji kombinasi dari upaya menafkahi Ruh dan Tuntutan Pengorbananan Jasadiah.

Dengan berhaji, ruh manusia mendapatkan tempat dimana komunitas ruh bisa terkondisikan selalu terkoneksi dengan Allah. Meskipun untuk mendapatkan kondisi yang kondusif tersebut, manusia harus rela melakukan pengorbanan yang lebih besar. Dengan berhaji di Baitullah, manusia dituntun untuk mengikuti prosedur perjalanan rohani, yang akan selalu mengingatkan ruh manusia kepada sejarah keberadaan ruh-ruh terdahulu dalam usahanya untuk tetap memenuhi janjinya kepada Allah sang Kholik. Pada setiap titik-titik persinggahan dalam perjalanan rohani tersebut, setiap ruh akan berusaha untuk berkomunikasi secara ruhiah dengan ruh-ruh terdahulu dan komunitas-komunitasnya, saling berbagi dan secara berjamaah berusaha terkoneksi dengan Sang Maha Pencipta.

Mudah-mudahan dengan kita lebih memahami hakekat dari keberadaan ruh kita, serta tanggung jawabnya untuk selalu memenuhi "Janji Tauhid", kita dianugrahi gelar sebagai manusia yang "Khusnul Khatimah" dan mampu di wisuda bersama dengan wisudawan-wisudawati " kelompok kanan". Amien...

Wallahu 'alam bi sawab.
Kutemukan Cermin Yang Lebih Besar
11:00 PM | Author: Mr.Xu
Ketika masa yang menjadi bagian dari perjalanan relatifku telah mengantarkan ku pada sebuah wilayah dimana dihadapanku terbentang sebuah danau, "ya menurutku hanya sebuah danau bukan laut", karena aku masih melihat di ujung ufuk pandangan mataku masih terlihat gunung yang menjulang tinggi biru kehitaman. Lalu aku melihat di kiri dan kananku tepian daratan yang memanjang dan semakin menjauh ditelan kaki-kaki keperkasaan sang biru kehitaman. Itu bukan laut, karena jika laut garis horizon tidak sepekat seperti yang kulihat saat ini. Karena jika laut, aku akan melihat hamparannya seakan tidak akan pernah bertepi.

Aku masih berharap bukan laut yang sedang aku jumpai, karena aku masih merasa belum banyak bekal yang sudah aku kumpulkan. Aku berharap ini bukan laut, karena masih banyak debu bercampur keringat yang belum aku bersihkan serta luka-luka menganga sisa perjalananku di masa lalu yang masih juga belum sempat mengering. Tetapi aku hanyalah hamba yang tidak pantas dan mampu untuk berkehendak mutlak. Manalah mungkin aku dapat memastikan apa yang aku lihat bukan sebuah fatamorgana, atau seandainya ternyata danau yang aku lihat hanyalah sebuah teluk tenang yang bertepi ke sebuah samudra yang bergejolak. Tetapi apapun citra yang telah aku tangkap, yang terpenting bagiku adalah mempersiapkan segala sesuatunya.

Selayaknyalah aku bergembira jika masih sempat berjumpa dengan sebuah danau yang tenang, yang airnya terlihat jernih keemasan dikala senja, dan serupa kaca dikala pagi. Bagaimana mungkin aku tidak bersuka, setelah sebelas masa menempuh hutan yang terasa menyiksa. Hutan yang tersa semakin lebat, dimana banyak semak yang menjalar-jalar di hamparan tanah, yang selalu berusaha melilit setiap langkah-langkah kaki, yang membuatku semakin terseok-seok. Belum lagi semak berduri yang selalu menambah luka di sekujur tubuhku, atau semak-semak lembab yang menempelkan lintah-lintah kurus di lengan dan punggungku. Inilah saatnya, dimana aku bisa membersihkan diri, mensucikan tubuh dari keringat dan debu, men-steril-kan luka-luka yang sempat tercipta. Inilah masanya dimana jiwaku yang kehausan bisa merasakan kesegaran yang melepas dahaga.

Sepantasnyalah di awal perjalananku menyebrangi danau, aku sempatkan untuk tunduk bersujud, membenamkan dalam-dalam seluruh keangkuhan di kepalaku kedalam hamparan tanah kelemahan dan ketakberdayaan. Agar aku dapat merasakan ke-Maha-Tinggi-an Sang Penguasa Kehidupan. Agar tubuh lelahku terasa lebih ringan, serta jiwa gersangku dapat berselimutkan embun-embun ketenangan.

Aku meluncur dipermukaan danau dengan kesunyian, berusaha menginggalkan riak-riak air yang tidak terlalu besar. Inilah suatu episode, dimana aku harus selalu bercermin di sepanjang perjalanan, memeriksa diri dari segala kotoran yang masih melekat lalu bersegera untuk dibersihkan. Bukankah aku sedang berada pada limpahan air danau yang mensucikan ? Aku harus benar-benar memanfaatkan penggalan perjalanan ini dan menjadikannya sebuah mozaik cerita yang tidak akan pernah terlupakan. Siapa yang tahu, jika danau ini adalah danau terakhir yang pernah aku jumpai. Bahkan dalam setiap jengkal lintasan yang aku lalui, aku harus benar-benar memanfatkan sebaik-baiknya, karena siapa pula yang mampu memastikan jika aku sanggup sampai ke tepian.

Anggap saja danau ini sebuah cermin besar yang airnya mampu memantulkan setiap detil-detil kehidupan. Yang catatan-cataannya terekam dalam setiap guratan-guratan wajah, yang terlihat semakin merenta. Inilah saatnya dimana aku berkesempatan memandangi wajahku secara lebih seksama, menelusuri setiap lekuk-lekuknya, mencoba memeriksa apakah masih ada noda yang masih tersisa. Sesekali aku mencoba memandang ke belakang menelusuri riak-riak yang telah aku lepaskan, lalu lebih jauh lagi, hingga tepi daratan yang baru saja aku tinggalkan. Tiba-tiba di balik rerimbunan pohon tersembunyi sebuah papan pengumuman dengan tulisan besar yang bertuliskan " Anda telah memasuki danau keberkahan - R.A.M.A.D.H.A.N - "

MARHABAN YA RAMADHAN .........
Inilah bulan yang bergelimang keberkahan, dimana semua catatan perhitungan dilipatgandakan. Inilah bulan tempat jiwa-jiwa orang beriman akan dibersihkan dari sifat angkuh dan ke-aku-an yang berlebihan. Selamat menunaikan Ibadah Puasa.
Namaku SUJIWO, aku adalah seorang pengembara. Telah puluhan tahun aku melakukan sebuah perjalanan panjang yang terkadang terasa melelahkan tetapi terkadang pula terasa sangat menyenangkan. Lembah, bukit, gunung dan ngarai pernah aku lalui demi tercapainya suatu tujuan mulia. Aku mengembara untuk mengumpulkan makanan sebanyak mungkin agar aku bawa pulang sebagai persiapan keluargaku memasuki musim kemarau yang berkepanjangan.

Kini aku mencoba berhenti dibawah sebuah pohon rindang. Sambil beristirahat aku mencoba memandang ke arah dimana aku baru saja datang. Aku melihat deretan bukit dan lembah terlihat mengecil dikejauhan. Pada sebuah bukit dikejauhan terlihat sebuah kilauan cahaya yang memantulkan cahaya surya yang sangat terik pada siang itu. Pantulan cahaya itu bahkan mengakibatkan untuk sesaat mataku tidak mampu untuk melihat. Sekilas aku teringat pada beberapa saat yang lalu ketika aku melewati sebuah lembah, aku merasa telah kehilangan sebuah benda, sebuah cermin yang sangat berharga. Cermin yang mampu menunjukkan seperti apa tampangku saat itu. Cermin yang bisa membuatku tersenyum saat aku mengagumi kelebihanku dan membuatku bersedih ketika melihat jerawat besar yang ada di jidatku.

Mungkinkah kilauan itu adalah cerminku yang telah hilang, ataukah hanya sebuah fatamorgana yang muncul akibat tubuh yang kelelahan. Aku amati sekali lagi hingga pada suatu kesimpulan, kilauan itu memang benar-benar cerminku yang pernah hilang. Tetapi cermin itu sekarang sudah berada di kejauhan, tidaklah mungkin aku akan kembali untuk mengambil cermin itu, karena waktu tidak mungkin akan berpihak kepadaku. Yang terbaik bagiku saat ini adalah segera kembali bangkit melanjutkan perjalanan, membawa makanan yang telah berhasil aku kumpulkan dan terus-menerus mencari perbekalan, sehingga pada saatnya musim kemarau tiba aku sudah berada di rumah dengan membawa sebanyak mungkin makanan sebagai persiapan.

Biarkanlah cermin itu tetap berada di sana sebagai bukti bahwa aku pernah berada disana, di sebuah bukit hijau yang penuh dengan buah-buahan segar dan mempesona. Mungkin dengan hilangnya cermin itu justru akan mampu menghilangkan sifat Narsisku, atau justru mampu menimbulkan kepercayaan diriku yang sempat terpuruk,bahkan mungkin mampu menghilangkan kesedihanku yang terlalu berlebihan karena selalu meratapi jerawat yang tak pernah sembuh.

Bagiku, setiap perjalanan sejarah akan meninggalkan sebuah tulisan yang tidak mungkin untuk dapat dirubah. Kita hanya mampu untuk membacanya kembali sebagai panduan untuk membuat paragraf-paragraf baru yang akan kita tuliskan pada dinding sejarah . Kita hanya mampu mengamatinya untuk kemudian kita kemas menjadi sebuah hikmah.
TAK ADA YANG ABADI ...
11:30 AM | Author: Mr.Xu
Pagi ini, kebetulan aku menyasikan acara TV, awalnya ingin mencari tentang perkembangan posisi terakhir hasil pertandngan piala dunia sepak bola di Afrika Selatan. Beberapa saluran telah aku pilih, tetapi yang aku cari tidak juga muncul, justru hampir semua stasiun TV secara kompak memberitakan informasi yang sama dan dengan ilustrasi tayangan yang hampir serupa pula, yaitu tentang seorang publik figur yang terjerat sebuah kasus hukum, dan telah ditetapan sebagai tersangka.

Tulisan ini bukan bermaksud untuk ikut menghukum sang tokoh, tidak juga membenarkan tindakan sang tokoh jika itu memang terbukti, atau membahas bagamana sangat efektifnya media dengan kekebalan kebebasan persnya mampu mengangkat citra seseorang dan sekaligus juga mampu membunuh karakter seseorang dengan sangat keji, maupun mengenai bagaimana kasus ini juga telah meracuni fikiran anak-anak secara lebih luas. Tetapi aku cukup tergelitik dengan pernyataan seorang pimpinan sebuah provider telpon seluler yang mengataan bahwa ada lonjakan yang cukup signifikan terhadap permintaan NSP lagu dari tokoh yang aku bicarakan di atas. Dan ternyata judul yang diminati itu adalah "TAK ADA YANG ABADI"

Timbul pertanyaan dalam benakku kenapa lagu tersebut begitu sangat diminati banyak orang, lalu aku mencoba membuka-buka koleksi lagu-lagu yang telah dinyanyikan oleh sang tokoh dan mencoba menyimak syairnya. Pada intro pembuka terdengar alunan melodi dari sebuah inatrumen musik yang menurut aku sebagai orang awam telah mampu mengkondisikan pendengar memasuki suasana lagu yang ingin diciptakan oleh pencipta lagunya.

"Takkan selamanya tanganku mendekapmu"
"Takkan selamanya raga ini menjagamu"
"Seperti alunan detak jantungku"
"Tak bertahan melawan waktu.."

"Tak ada yang abadi.. 3x"

"Biarkan aku bernafas sejenak sebelum hilang....."

"Jiwa yang lemah segera pergi,"
"Bersiaplah para pengganti.."

"Tak ada yang abadi.. 3x"

Terlepas dari hiruk pikuknya kontroversi yang telah terjadi, kasus ini ternyata sedikit banyak menyisakan nilai-nilai kebaikan berupa hikmah dan telah menginspirasikan sebagian orang untuk sedikit merenung bahwa tidak ada keabadian di dunia ini. Keabadian adalah hak mutlak Allah, karena Dialah akhir dari segala penghentian.

Manusia boleh bangga atas segala apa yang telah ia capai di dunia ini, tetapi semuanya akan menemui ujung perjalanan hidupnya. Yang akan membedakan adalah dimana masing-masing jiwa membuat pilihan, di titik mana dia akan berhenti. Meskipun sebenarnya Allah telah menentukan benang merahnya, tetapi kita masih diwajibkan untuk melakukan ikhtiar untuk menyertai doa kita. Hal ini perlu kita lakukan agar kita selalu ditempatkan pada jalur yang terbaik menurut Allah, bukan hanya sekedar terbaik menurut logika akal kita.

Jika saja suatu saat, kita diberi kesempatan untuk dapat merenungkan perjalanan hidup kita dan apa yang terjadi di sekeliling kita, maka sebenarnya seperti sebuah pemancar, Allah senantiasa memancarkan nikmat-nikmat terbaikNya ke segala arah, dengan seluruh panjang gelombang dan tingkat frekwensi yang ada, dengan daya pancarNya yang tak terhingga, bahkan tanpa memperdulikan siapa yang akan menerima seluruh limpahan kebaikan tersebut, apakah dia orang jahat atau orang baik.

seperti halnya kita memiliki TV kabel atau TV berlangganan lainnya, yang mampu menerima sinyal-sinyal siaran adalah mereka yang berlangganan dan memiliki decoder yang sesuai yang dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan layanan TV berlangganan tersebut. Hati kita adalah sebuah dekoder yang mampu menerima seluruh nilai-nilai yang terpancar di segala ruang jagad raya. Hanya sebagian dari sinyal-sinyal itu yang mampu ditangkap oleh akal kita, yaitu sinyal yang frekwensinya sesuai dengan setting yang telah dilakukan terhadap diri kita. Begitu pula dengan pancaran gelombang kebaikan yang Allah pancarkan di sekeliling kita, hanya orang-orang tertentulah yang mampu merasakannya. Sebagian tidak mampu menerima dan merasakan kebaikan itu karena hijab (penghalang), barier yang menghalangi pandangan mata batin kita. Kita cukup berlangganan atau meminta kepada Allah, dan InsyaAllah akan dilepas segala hijab dari batin kita. Jika kita sudah berlangganan maka kita akan dimasukkan oleh Allah ke dalam golongan orang-orang yang bersyukur.

Sebagai pelanggan Allah, kita telah diberikan instrumen berupa hati. Agar hati sebagai pesawat dekoder kita bisa berfungsi, maka perlu dilakukan setting. Tujuannya agar frekwensi referensi hati kita selalu sesuai dengan frekewensi kebaikan yang Allah pancarkan. Dan atas "Rahman" dan "Rakhim" -Nya lah, sebagai kemudahan dan fasilitas, Allah telah menerbitkan sebuah buku manual/petunjuk berupa KITAB-KITAB SUCI dan seorang TEKNISI terpilih yaitu para nabi dan rosul serta para ENGINEER yang selalu mendampingi yaitu para malaikat. Semua itu sebenarnya merupakan suatu fakta yang jelas jika kita mau memahaminya.

Wallahu 'alam bi sawab...
GALAU
9:31 AM | Author: Mr.Xu
Ketika hati ini gundah, sebenarnya aku sedang meragukan KekuasaanNya,
ketika hatiku akhirnya merasa lelah, itu karena aku berusaha meninggalkanNya,
Manakala kegelapan sedang berusaha menguasai hatiku,
mengapa aku justru meninggalkan pelita yang bisa menerangi jalanku.

Mampukah aku kemudian berbalik arah,
lalu kunikmati pancaran cahaya lembutNya yang membelai-belai mukaku.
Mampukah aku senantiasa menepis tangan-tangan gelap,
yang selalu mengepungku,
dan senantiasa berusaha menarik serpihan-serpihan jiwaku yang luruh.

Lalu ketika hati ini semakin kering karena jarang tersirami,
Jiwakupun akan terasa gersang,
dan semakin banyak serpihan-serpihan jiwa yang tertinggal di belakangku,

Tetapi manakala hatiku bisa merasakan tenggelam dalam lautan RahmatNya,
maka jiwaku terasa basah dan teramat liat,
sehingga tak sedikitpun serpihan-serpihan jiwa yang sanggup meluruh dari hatiku.

Mengapa aku masih mempertanyakan,
Mana lebih cepat antara cahaya yang menerpa tubuhku,
ataukah suara ratapku yang sampai hingga ke pelita cahaya itu,
Bukankah nikmatNya dapat segera engkau rasakan,
bahkan sebelum bibirmu selesai mengucapkan permintaan.


Chat online and in real-time with friends and family! Windows Live Messenger
JINAK-JINAK MERPATI
9:23 AM | Author: Mr.Xu
Merpati itu terus-menerus menggodaku. Helai-helai bulunya yang terlihat lembut, seolah-olah melambai-lambai mengundang hasratku yang terkadang liar tanpa berpijak. Sudah puluhan kali dia berputar-putar, dia menggangguku dari segala arah seakan tidak akan pernah merasa lelah. Namun ketika tubuhku berniat hendak beranjak, burung itu terbang sambil menebarkan senyum kemenangan. Kepak sayapnya seakan-akan mengejekku dan berucap “Kejarlah aku jikalau engkau mampu !”
Lalu aku kembali terdiam, berkhayal seandainya apa yang dikatakan burung itu adalah tidak benar. Aku tersungkur, tetapi sekam dalam hatiku sudah terlanjur membara. Keinginan untuk membelai bulu-bulu yang lembut hanyalah angan belaka. Burung itu pun kembali menggoda, dia mendekatiku bahkan lebih dekat dari semula. Tubuhnya seakan menari-nari di pelupuk mata, tetapi ketika akhirnya aku melompat untuk menangkapnya, burung itu seolah-olah lenyap tidak berbekas. Tubuhnya yang putih dengan bulu-bulu yang bersih seakan melesat tanpa kasat mata, lalu aku lihat dia bertengger di atas batu di kejauhan sana, menatapku sambil menari-nari dan tetap tersenyum …..
Dia kembali mendekat ………………, akupun berencana mengatur muslihat. Banyak rencana berguling-guling dibenakku, mulai dari yang halus hingga yang paling keji. Emosi yang sekarang sudah mencapai pada limit atasnya, menggelapkanku dan mendorong aku untuk sempat berfikir, “aku harus mendapatkannya apapun caranya”.
“Apapun Caranya”…… Aku tirdiam sejenak, di telingaku seolah-olah bergema kata-kata apapun caranya, apapun caranya, apapun caranya..nya..nya…. Seperti ada yang mengganjal dalam benakku kedua kata itu…Apakah kata-kata itu cukup beradab untuk makhluk mulia yang disebut “manusia” ?. Apakah hanya keinginan untuk membelai bulu merpati, aku harus rela merendahkan diri ? Apakah keinginan itu yang kita butuhkan ? Apakah tidak ada cara lain yang lebih baik untuk dapat memenuhi keinginanku itu?
Dalam kegamangan yang berdiam diri, aku melihat sang pemilik burung tiba-tiba datang. Dia membuka genggaman tangannya yang tadi terlihat terkepal. Butiran jagung berada di atas telapak tangannya, lalu burung merpati itupun terbang menghampiri pemiliknya. Tanpa takut burung putih itu mematuk butiran-butiran jagung. Tangan pemilik burung yang lain, perlahan mendekat dan menangkap burung itu, lalu dibelai-belainya burung itu dengan lembut penuh kasih sayang. Aku merasa cemburu….Seperti burung itu, sang pemilikpun menatapku dengan senyuman dibibir, senyuman yang lembut dan menyejukkan hatiku yang sempat tersulut.
Mengapa aku tidak memohon izin kepada sang pemilik burung, lalu mengungkapkan secara terus terang, apa yang kita inginkan terhadap burung itu ? Akhirnya aku putuskan untuk meminta izin ……
Apa yang kemudian terjadi, sang pemilik tidak memberikan burung merpati yang sudah ada dalam genggamannya, tetapi dia menunjuk ke atas dahan, ke arah burung merpati lain miliknya yang ada di pepohonan rimbun dibelakangku. Aku menoleh… “Itu burungku yang lain” kata sang pemilik memecah keheningan. “Aku memberinya nama SRI REJEKI..bukan SRI MULYANI”, “Jika kamu ingin menangkap burung itu maka jangan kejar dia, karena itu percuma. Burungku itu adalah burung merpati balap yang beberapa kali menjuarai kontes adu cepat. Secepat apapun engkau berlari mengejarnya, dia pasti akan lebih cepat”. “Kamu hanya cukup berdiam diri, ciptakan suasana yang terasa lebih nyaman sehingga burung itu tidak merasa takut untuk mendekatimu, tunjukkan bahwa kamu tidak berniat untuk menyakitinya”. “Lalu sedikit bersedekah untuk burung-burung itu. Berikanlah dia segenggam butiran-butiran jagung”. “InsyaAllah burung itu akan mendekatimu, bahkan mungkin jika burung itu merasa nyaman, serta tetap membagikan butiran-butiran jagung, tidak mustahil puluhan, bahkan ratusan burung lain akan mendekatimu juga”.”Tangkaplah burung-burung itu sesuai kebutuhanmu… ingat jangan berlebihan, tetapi sesuaikanlah dengan kebutuhanmu, jangan lupa diri lalu berubah menjadi sombong dan berlebihan”.
Aku merasa malu, aku merasa tertangkap basah telah berniat buruk kepada burung yang bukan milikku. Kejadian ini mudah-mudahan bisa menjadikan pelajaran berharga buatku. Ternyata aku tidak memerlukan sepasang sayap untuk menangkap seekor burung merpati. Cukup dengan meminta izin kepada sang pemilik, maka aku bisa mendapatkan apa yang aku butuhkan…bukan apa yang aku inginkan… Ya,.. aku menginginkan merpati putih yang ada dalam dekapan sang pemilik, tetapi sang pemilik justru memberikan apa yang aku butuhkan.
Seperti halnya kita… pada saat kita berdoa kepada Allah, memohon agar apa yang kita inginkan terkabul, tetapi Allah memberikan hal lain yang sesungguhnya memang kita butuhkan. Bukan sekedar apa yang kita inginkan….
PENCARIAN
8:38 AM | Author: Mr.Xu

 

Dalam pencarian aku telah mengabaikanMu,
dalam kehilangan aku telah melupakanMu,
bahkan ketika semua keinginan kemudian aku dapatkan,
aku tetap merasa hilang.

Mengapa aku lebih suka bersusah payah,
padahal untuk bersusah pun tidaklah mudah,
meski semua kesulitan bisa dimudahkan,
walaupun setiap kemudahan bisa didapatkan,
karena segala yang bisa aku dapatkan sumbernya hanyalah satu,
Dialah sumber dari segala sumber,
Dialah yang berada di ujung dari semua perhentian,
Dialah awal dari segala permulaan.

Mengapa aku tidak mencari katalog sebelum aku mencari buku,
Mengapa harus mencari "Arjuna" jika Ki Manteb sudah bisa menggantikannya,
Bagaimana aku mendapatkan ikan kakap jika aku tidak menemukan laut,
Karena jika aku bisa menemukan laut,
mungkin tidak hanya ikan kakap yang aku dapat,
tetapi bisa saja harta karun atau peninggalan bajak laut.

Seharusnya aku mencariNya, maka aku akan menemukan semuanya.
Seharusnya aku mencari cahayaNya, maka aku akan melihat segalanya,
bahkan meski bersembunyi di dalam kegelapan sekalipun,
aku akan mendapatkannya.

Edisi: Mencari Cahaya Ilahi.

MAHA BESAR
5:13 PM | Author: Mr.Xu

 

Allahu Akbar – Allah Maha Besar. Memahami Kebesaran Allah bisa dimulai dengan memahami pengertian dari kata “Besar” dan kata “Kecil”.  Besar dan Kecil hanyalah untuk menggambarkan suatu ukuran, dan sifatnya pun masih bersifat kualitatif. Dan selama itu disebut kualitatif, maka ukuran itu masih bersifat relatif. Pengukuran itu sendiri pada hakekatnya adalah “membandingkan”. Sesuatu disebut “besar” karena ada yang disebut lebih “kecil”, sesuatu disebut “kaya” karena ada yang disebut lebih “miskin”, sesuatu disebut “pandai” karena ada yang disebut “pandir”, ada sesuatu yang “benar” karena ada sesuatu yang disebut “salah”, dan seterusnya.

Selama kita masih disebut makhluk, maka kita tidak akan terlepas dari dunia yang bersifat “relatif”. Kita tidak mempunyai hak terhadap sesuatu yang disebut “mutlak”. Mutlak, kepastian, dan keabadian hanyalah milik “Sang Kholik” dan hanya hak dari Sang Pencipta Makhluk. Sedangkan manusia sebagai “Abdul Kholik” (hamba Sang Pencipta) hanya berhak atas “Kenisbian” dan hanya berhak atas segala sesuatu yang bersifat relatif.

Hanya atas “Rakhman”-Nyalah, manusia diberi “akal” agar bisa mengetahui segala Kebesaran Allah sehingga mampu memahami tugas pokoknya sebagai mahluk, yaitu hanya untuk “beribadah” kepadaNya dan selalu bersabar mengharap “Kerelaan”-Nya.

Agar “akal” kita bisa lebih terbuka di dalam memahami Kebesaran Allah, ada baiknya saya akan mencoba mengutip apa yang dituliskan oleh Abu Sungkan dalam ebook-nya yang bertajuk “Shalat Khusuk itu Mudah”. Beliau begitu sangat indah mengilustrasikan bagaimana kita sebenarnya begitu sangat kecil bahkan mungkin bisa dianggap tidak ada jika dibandingkan dengan kebesaran Allah.

Andaikan bumi ini sebesar buah jeruk, maka manusia tak lebih besar dari debu-debu halus atau sel kulit. Kita naikkan skala perbandingannya. Jika matahari sebesar jeruk, maka bumi kira-kira hanya sebesar butiran nasi. Manusia, mungkin tak lebih besar dari molekul yang membentuk kulit jeruk. Kita naikkan lagi skala perbandingannya. Jika galaksi Bima Sakti memiliki diameter sebesar jeruk, maka matahari hanyalah sebesar debu. Bumi mungkin sebesar sel-sel kulit jeruk. Manusia hanyalah seperti elektron-elektron. Kita naikkan lagi skala perbandingannya lebih jauh lagi. Jika alam semesta ini yang kita kenal sekarang ini sebesar ruang keluarga Anda, maka galaksi hanya sebesar debu atau pasir. Matahari hanyalah seperti bakteri atau virus yang berterbangan di udara. Bumi mungkin hanyalah sebesar atom oksigen. Manusia? Masihkah manusia bisa disebut sebagai ada? Kita tidak ada apa-apanya di alam semesta ini, sementara Allah Sang Pencipta lebih besar dari alam semesta itu sendiri”.

Maka jika kita mau menyadari, kita seharusnya malu jika kita masih berjubah kesombongan dalam keseharian kita. Karena sebenarnya keberadaan kita hanyalah keberadaan relatif semata.

 

edisi: “Mencari Cahaya Ilahi”

PERPISAHAN
10:13 AM | Author: Mr.Xu

Banyak penulis menganalogikan kalau perjumpaan dan perpisahan itu bagiakan 2 mata yang saling bersisihan pada sekeping uang logam. Keduanya tidak bisa saling dipisahkan, jika ada "perjumpaan" pasti pada akhirnya akan bertemu dengan "perpisahan". Tetapi bagi saya,yang terbiasa berkutat dengan sebuah skema, perjumpaan dan perpisahan sebenarnya bukan 2 hal yang dapat berdiri sendiri. Keduanya lebih mirip sebuah garis, dimana perjumpaan berada di salah satu ujung dan perpisahan di ujung lainnya. Sedangkan di antara keduanya sebenarnya terselip banyak titik-titik peristiwa.

Jarak antara titik-titik pada kedua ujung garis bisa dekat bisa pula jauh. Kalaupun jaraknya sudah ditetapkan, panjang garis bisa juga bermacam-macam bisa pendek jika garis berupa garis lurus, bisa juga panjang jika garis berupa garis yang berkelok-kelok. Saya cenderung berpendapat bahwa pertemuan dan perpisahan sekalipun sudah ditetapkan, keduanya mesih mempunyai banyak pilihan. Keduanya bukan obyek masif yang kebal terhadap suatu perubahan. Tetapi keduanya adalah media lentur yang dapat kita isi apa saja sesuai keinginan kita.

Tuhan mempertemukan kita tentu bukan karena tidak bertujuan. Dalam setiap kejadian, seperti halnya perjumpaan, pasti masing-masing mempunyai hikmah. Begitu pula halnya dengan perpisahan. Perpisahan pada dasarnya terjadi karena masing-masing individu memiliki akselerasi yang berbeda terhadap setiap perubahan. Ibarat mobil formula yang sedang berlaga dalam sebuah lintasan, meskipun berawal pada garis start yang sama, tetapi seiring dengan berjalannya waktu pada suatu saat masing-masing mobil akan memiliki jarak relatif yang terus berubah. Apabila tingkat akselerasi antara masing-masing mobil seimbang, maka hingga garis finish semua peserta turnamen akan selalu bersama-sama. Lain halnya apabila salah satu mobil memiliki akselerasi yang di atas rata-rata, maka pada garis akhir mobil tersebut akan meninggalkan mobil-mobil lainnya. KOndisi seperti inilah menurut saya yang dinamakan perpisahan.

Pernikahan dan rangkaian peristiwa yang menyertainya, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan suatu kompetisi balap mobil formula. Kita dan pasangan kita adalah suatu "team" yang seharusnya saling mendukung untuk kemudian mencapai garis finis secara bersama-sama. Permasalahannya adalah bahwa dalam suatu "team", kadangkala setiap anggota tidak memiliki kemampuan yang seimbang. Sehingga sebuah "team" sangat berpotensi untuk terjadinya sebuah perpisahan. Tinggal bagaimana masing-masing anggota mempunyai komitmen yang sama untuk tetap meraih kemenangan bersama.

Jika komitmen kebersamaan sudah menjadi tujuan bersama, maka sekalipun sang suami memiliki akselerasi yang lebih tinggi, dia akan berusaha menarik sang istri dan di depan terus berusaha membuka jalan agar semua anggota team dapat melaju lebih kencang tanpa hambatan. Sebaliknya apabila sang istri memiliki akselerasi yang lebih tinggi, maka dia akan mendorong sang suami agar bisa maju lebih cepat dan berusaha mengamankan posisi sang suami didepan dari segala ancaman yang datang dari "team" lainnya. Idealnya suami dan istri memiliki tingkat akselerasi yang seimbang sehingga keduanya bisa saling mendukung secara lebih mudah.

Secara umum kita dapat mengatakan bahwa suatu turnamen tidaklah hanya terdiri dari satu sirkuit saja. Perpisahan pada suatu sirkuit bukanlah akhir dari segalanya, masih ada sirkuit-surkuit lain yang dapat kita gunakan untuk mengejar ketertinggalan. Yang terpenting adalah jika pun perpisahan pada akhirnya tidak mungkin dihindari, maka kita harus mampu memberdayakan sebuah perpisahan agar dapat menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga.

Air Mengalir Sampai Jauh ….
2:28 PM | Author: Mr.Xu

Siang itu benar-benar bolong, ketika hatiku yang sedang berkeringat tiba-tiba saja kering. Lalu aku mendengar kesejukan yang mengalir bersama suara riak air yang jatuh secara bebas dari sebuah pancuran bambu. Aku termangu, mataku seakan susah untuk kuajak selingkuh, dia begitu setia memandangi bulir-bulir air yang melompat-lompat liar di atas permukaan kolam di bawah pancuran.

Mengapa kemudian bulir air lebih suka jatuh ke kolam dari pada terbang melayang ke atas bergabung dengan saudara jauh mereka “si-Awan”. Apakah itu karena Naluri ? Apakah air sanggup untuk memiliki naluri ? Mungkin….?!? Tidak ada yang tidak mungkin bagi “Pencipta Alam” dan “Penguasa Kehidupan”. Itulah hikmah yang bertajuk “Keseimbangan”. Bahkan Allah dalam karunianya berupa kitab pedoman (Al-Quran) tertulis sebuah ayat : “ Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? “ (QS: Al-Mulk (67):3).

Di dalam ketentuan alam yang di tanganNyalah semua dikendalikan, “air akan selalu mengalir dari tempat yang tinggi menuju tempat yang lebih rendah". Lalu hikmah apa yang tersirat dalam jangkauan ketentuan ini ? Hati… Adakah hikmah yang dengan mudah mengalir ke dalam hati yang sombong, yang penuh dengan ketinggian hati? Adakah kita rela membagikan ilmu kita, harta kita kepada sesama yang jelas-jelas mulutnya mencibir kita atau tatapannya memandang kita dengan sebelah mata ?

Hikmah dan pengetahuan Allah yang persediaanya berlimpah di alam semesta, akan secara spontan kemudian mengalir ke dalam diri kita apabila kita bisa menjaga hati kita untuk tidak merasa lebih tinggi dari yang seharusnya.

My Blog List

  • Laughing before it’s illegal - [image: laugh]Don’t be afraid to laugh. Laugh not make you look like a fool or make your authority will go down if you have appropriate reasons. But you ...
    15 years ago
  • TRiMaKaSiH CiNTa - *Dan bila aku berdiri* *Tegar sampai hari ini* *Bukan karena kuat dan hebatku* *Semua karena cinta* *Semua karena cinta* *Tak mampu diriku* *dapat berdiri t...
    15 years ago