Etiquetas

Unsur Paling Dasar Alam Semesta
2:24 AM | Author: Mr.Xu

 Diantara lingkaran,segitiga sama sisi, bujur sangkar, manakah bentuk geometri yang paling dasar ? Lingkarankah, seperti bentuk-bentuk bumi, bulan, matahari, dan benda-benda ruang angkasa lainnya ? atau segitiga sama sisi bentuk yang paling stabil karena mampu menyebarkan tekanan sama rata ke segala arah? ataukah bujursangkar bentuk dasar yang digunakan sebagai referensi dalam perhitungan luas bidang ? Jika jawaban anda adalah salah satu dari bentuk-bentuk saya sebutkan di atas, maka berarti anda benar, tetapi kurang tepat. Itupun hanya menurut pendapat saya. Para pembaca mungkin mempunyai argumentasi lain yang berbeda-beda.


Menurut saya bentuk yang paling dasar adalah “titik”. 

“Curang ! kenapa tidak dimasukkan ke dalam pilihan ?”. Itulah manusia… kebanyakan dari kita hanya melihat fakta dari sisi-sisi yang terlihat saja. Padahal apa yang terlihat sebenarnya hanyalah asesori belaka. Jika kita perhatikan dari ketiga bentuk yang saya sebutkan di atas, semuanya adalah sama yaitu kumpulan dari titik-titik yang membentuk pola. 

Pola sebagai asesori bisa berbeda-beda tetapi bentuk dasarnya adalah sama, yaitu “titik”.

Seperti halnya kumpulan huruf yang aku tulis membentuk suatu kalimat, dan kumpulan kalimat membentuk suatu paragraf, lalu paragraf-paragraf itu disusun berurut membentuk suatu cerita. Maka sebenarnya apa yang terlihat di layar monitor anda adalah titik-titik cahaya fosfor yang berpendar bergantian di dalam tabung gambar (monitor konvensional) atau titik-titik liquid crystal yang berpendar(pada monitor LCD).

Lalu jika kita semakin menjauh hingga batasan tertentu dari sebuah benda apakah anda akan melihat bentuk-bentuk lingkaran, segitiga sama sisi, atau bujur sangkar ? Tidak ! anda akan melihat semuanya berbentuk “titik”. Jadi pada batasan pandangan yang paling dekat maupun batasan yang terjauh, yang terlihat adalah “titik”.

Tetapi apakah sebuah titik akan tetap terlihat jika dia berada pada ruangan yang gelap gulita ? lagi-lagi jawabannya adalah “tidak!”. Jadi sebenarnya keberadaan “titik” sekalipun baru terlihat apabila titik itu mendapatkan cahaya. Entah darimanapun asalnya cahaya itu, baik dari matahari maupun cahaya dari sumber segala cahaya, yaitu “Cahaya Ilahi”.

Jadi kesimpulannya unsur paling dasar pembentuk alam semesta adalah “TITIK” dan “CAHAYA”.

Next Posted :

  1.  Analogi Air dan Waktu
  2.  SIRKUIT ELEKTRONIK dalam ANALOGI KEHIDUPAN
  3.  Mencari Persamaan dalam Perbedaan
  4.  Kebenaran Relatif atau Analogi Sesat ?


Perjuangan Seorang Ibu
8:00 PM | Author: Mr.Xu

 

18 Maret 2008…… (07:30)

Pagi ini istriku sudah berpesan, “mas,.. nanti kalau ada telepon dari rumah langsung pulang ya.!”. Aku hanya mengangguk sambil memegangi perut istriku yang sudah semakin menggunung. Kulihat mukanya masih saja tersenyum meskipun sekali-kali giginya dirapatkan kuat-kuat karena menahan rasa sakit, dan kalau kebetulan aku berada disebelahnya maka lengankulah yang menjadi sasarannya. Entah sudah berapa banyak bekas merah di lenganku sisa-sisa cengkraman istriku, tetapi itu tidak seberapa dibandingkan rasa sakit yang dirasakan istriku 

saat itu. Hanya dengan cara itulah mungkin aku bisa ikut merasakan penderitaan yang dialaminya. Meskipun aku yakin dengan cara itu pula rasa sakitnyapun tidak akan berkurang.

 Tetapi setidaknya dia merasa aman karena ada sang suami berada di sampingnya.  Hampir saja aku membatalkan niatku untuk berangkat ke kantor kalau saja istriku tidak memaksaku untuk tetap berangkat.

Setelah aku membuka ruangan kerjaku, aku kembali ke luar menuju tempat dimana aku biasanya bersantai sambil menghisap rokok, menyesuaikan diri kembali dengan situasi kantor, membuat rencana-rencana kerja dalam otakku dan melepaskan pengaruh suasana rumah untuk sementara. Kemudian setelah habis satu batang, aku kembali ke ruangan kerjaku dan mulai 

menyalakan PC di meja kerjaku.

Baru saja logo “WINDOWS XP” muncul di layar monitor, HP-ku sudah meraung-raung. Aku lihat di layar HP-ku tulisan “RUMAH”, aku buka dan langsung aku dengar suara istriku “Mas,

 .pulang sekarang!” kemudian hubungan telepon langsung diputus. Aku sedikit panik, kemudian PC aku “Shutdown” dan aku bergegas menuju tempat parkir untuk mengambil motorku. Sepanjang perjalanan menuju tempat parkir, aku baru tersadar, jika aku mengendarai motor dalam keadaan panik seperti itu bisa-bisa yang masuk rumah sakit bukan hanya istriku, tetapi aku juga. Maka aku menarik nafas dalam-dalam, aku tahan nafasku sebentar, lalu aku hembuskan berlahan-lahan… aku mulai merasa sedikit tenang.

18 Maret 2008…… (09:30)

Sesampai di rumah, aku lihat istriku sudah berpakaian rapih dan menghadangku di pintu, “Kita

 periksa aja yok sekarang..!”. Rencananya memang nanti malam, sepulang ak

u kerja kami akan mengunjungi bidan di tempat biasanya istriku memeriksakan kandungan. 

Menurut perkiraan bidan, kemungkinan minggu depan istriku sudah melahirkan. Tetapi semenjak semal

am rasa sakit itu, semakin sering dirasakan oleh istriku, mungkin pagi ini rasa sakit itu sudah

 tidak mampu lagi dia tahan, sehingga dia mengajak untuk meme

riksakan kandungannya sekarang.

18 Maret 2008…… (18:30)

Rasa sakit itu kelihatannya semakin menjadi-jadi, setidaknya itulah yang aku amati dari raut muka istriku. Matanya terpejam, bibir menyeringai, dan gigi

 dikatupkan rapat-rapat serta tangan kanannya mencengkeram lengan kiriku kuat-kuat. Aku memang meminta tangan kiriku saja yang kali ini dijadikan sasaran, karena tangan kananku sudah mulai terasa ngilu dan lebam. Keringat dingin mulai berhamburan, genaplah sudah guratan bekas cengkraman istriku bertambah satu menjadi tidak terhingga jumlahnya. Aku bertambah khawatir, lalu aku putuskan untuk memanggil seorang perawat untuk memeriksanya.


Benar seperti dugaanku, ternyata memang sudah saatnya istriku untuk melahirkan. Lalu aku mengangkat istriku ke kursi roda dan selanjutnya didorong oleh perawat  dari ruang perawatan menuju ruang melahirkan. Untungnya aku masih diperbolehkan masuk. Kuku-kuku tangan kanan istriku masih saja ditancapkan kuat-kuat pada lengan kiriku. Aku sudah tidak perduli, karena aku justru lebih kasihan lagi melihat kondisi istriku yang semakin mengerang-erang kesakitan. Dengan bantuan beberapa orang perawat aku angkat istriku dan aku baringkan di tempat tidur. Setidaknya ada 3 orang perawat dan seorang bidan yang sedang bersiap-siap menangani prosesi kelahiran.

Banyak sekali cairan berceceran di tempat tidur yang sudah dilapisi alas plastik. Ternyata air ketubannya sudah mulai keluar, saat itulah baru benar-benar dimulai pertaru

ngan hidup dan mati. Wajahnya sudah carut marut tidak karuan, meskipun guratan-guratan kecantikannya masih tetap ada. Laksana seorang gladiator yang sedang bertarung mempertahankan hidup, segenap tenaga ia curahkan. Bulir-bulir keringat semakin mengalir deras dari seluruh permukaan kulitnya. Dia merasakan seperti ada bagian dari tubuhnya yang mendesak-desak ingin keluar. Jemari tangan kirinya kini berganti aku genggam, tangan kanannya meremas pelapis tempat tidur sebagai tumpuan. Akhirnya setelah melalui tiga kali jeritan keras, bertepatan dengan berkumandangnya suara adzan “Isya” dari masjid sebelah, akupun membacakan adzan tepat di telinga kanan anakku. Aku lirik ibunya sudah mulai bernafas teratur, mukanya pucat dan basah oleh keringat. Sekarang aku sudah bisa bernafas lega. Aku pandangi terus wajah istriku yang sedikit mulai menyunggingkan senyum, aku cium keningnya perlahan dan aku bisikkan ditelinganya, “anak kita laki-laki, sehat, dan normal”, “terima kasih sayang…”. Lalu aku tinggalkan istriku dan anakku karena mereka harus menjalani perawatan pasca kelahiran.

Kubuka pintu ruangan melahirkan perlahan dan menutupnya kembali. Saat aku berbalik, aku lihat wajah-wajah adik kandung dan iparku semua menatapku dengan mimik muka yang seperti bertuliskan berubu-ribu pertanyaan menunggu kata-kata yang akan aku lontarkan. “Keponakan kalian lahir dengan selamat, laki-laki, normal”. “Alhamdulillah….” begitulah kata-kata yang hampir keluar bersamaan dari mulut mereka.

Aku kemudian berjalan mencari tempat yang sepi di ujung ruang tunggu. Aku hempaskan tubuhku ke kursi ruang tunggu sambil aku hembuskan nafas kuat-kuat. Aku memanjatkan syukur kepada Tuhan, lalu aku termenung memikirkan peristiwa yang baru saja terjadi.

Aku teringat ibuku, beginilah mungkin yang ibuku alami pada saat beliau melahirkanku. 

Penuh perjuangan, bergelimang rasa sakit, dan harus berjuang hidup dan mati agar mampu menghadirkanku di dunia ini. Setimpalkah balasanku selama ini dengan apa yang telah diperjuangkan oleh ibuku. Apakah aku sudah memenuhi harapan-harapannya yang menjadikannya alasan untuk melahirkanku dan merawatku. Tetapi aku yakin, apapun yang telah aku lakukan ibuku akan selalu dengan ikhlas menerimanya. Karena ibuku melahirkanku dengan tanpa pamrih. Karena tubuhku adalah bagian dari tubuhnya yang telah terlepas.

Terima kasih Tuhan,

Engkau telah tambahkan lagi nikmatMu kepadaku. Berikanlah aku kekuatan untuk mampu menjaga amanatMu. Berikanlah aku petunjukMu agar aku dapat merawat titipanMu.

Terima kasih istriku,

Karena seperti ibuku telah mengahdirkanku dan merawatku didunia ini, engkaupun akan merawat anak kita tanpa pamrih dan penuh kasih sayang. Aku yakin itu ….

Misteri Lawang Sewu
7:11 PM | Author: Mr.Xu

clip_image002Sebagian pembaca mungkin pernah mendengar sebuah gedung peninggalan jaman penjajahan Belanda yang dikenal dengan nama “Lawang Sewu”. Gedung yang berada di kawasan Tugu Muda – Semarang ini adalah bekas kantor jawatan kereta api dan tempat penyiksaan para pribumi pada masa penjajahan dahulu. Gedung ini bahkan sempat dijadikan ajang uji nyali dalam sebuah acara stasiun televisi. Tetapi kita tidak akan membahas gedung “Lawang Sewu” ini dalam pengertian harfiahnya. “Lawang Sewu” atau dalam bahasa Indonesia berarti “Pintu Seribu” ini akan kita pergunakan hanya sebagai analogi semata.

Pernahkah anda membayangkan seandainya anda terjebak dalam gedung yang memang memiliki seribu buah pintu, dan kebetulan anda juga sudah dibekali seribu buah anak kunci yang bisa dipergunakan masing-masing hanya untuk membuka satu pintu. Saat itu tiba-tiba anda berada dalam suatu ruangan yang mempunyai dua buah pintu, dimana pada pintu pertama adalah sebuah pintu yang menghubungkan antara ruangan dimana anda berada dengan ruangan lain atau menghubungkannya dengan sebuah tangga yang menuju lantai gedung di atasnya, dan sebuah pintu yang lain adalah pintu jebakan yang akan menyebabkan anda terperosok langsung ke dasar ruang-ruang bawah tanah. Apa yang akan anda lakukan ? Yang pertama anda harus lakukan adalah memilih pintu mana yang akan dibuka terlebih dahulu, lalu selanjutnya anda harus memilih satu dari seribu anak kunci untuk membuka pintu yang sudah anda pilih itu. Sungguh suatu kesulitan yang berlipat-lipat.

clip_image004Jika memang anda beruntung, maka anda akan mendapatkan sebuah pintu yang mengarah masuk ke ruangan lain, tetapi jika nasib sial sedang berpihak kepada anda, maka anda akan terjerembab masuk ke lorong-lorong bawah tanah dan tamatlah riwayat anda. Tentu berdasarkan skenario, anda akan mendapatkan pintu yang menuju langsung ke ruangan lain, sebab jika tidak maka tulisan saya ini akan berhenti sampai disini. Singkat kata akhirnya anda menemukan anak kunci yang tepat, dan anda kembali berada dalam ruang lain yang juga memiliki jumlah pintu yang sama, yaitu dua buah seperti ruangan pertama. Anda harus memilih lagi pintu dan anak kunci dengan jumlah pilihan yang berkurang satu. Pada ruangan kedua ini, lagi-lagi anda kebetulan menemukan anak kunci yang tepat untuk pintu yang menuju sebuah tangga yang membawa anda ke lantai berikutnya.

Sekarang, anda sudah berada pada ruangan yang terletak satu tingkat lebih tinggi dibanding ruangan sebelumnya. Lalu berkali-kali lagi anda kembali diuji dengan harus memilih satu di antara tumpukan anak kunci yang masih tersisa, dan semakin banyak pintu yang berhasil anda buka, maka semakin berkurang jumlah anak kunci yang harus dipilih. Hingga akhirnya, pada suatu ruangan, karena anda sudah terlalu lelah, maka konsentrasi anda juga mulai berkurang, dan akhirnya anda membuka pintu yang salah. Andapun terperosok, dan karena anda sudah berada pada lantai yang sangat tinggi, ketika anda terjatuh, anda langsung meregang nyawa. Lalu apa maksud dari cerita ini, kenapa tidak happy ending ? Sabar! Cernak cerita di atas perlahan-lahan, kemudian coba anda analogikan dengan paragraf berikut ini..

Ketika anda dilahirkan, maka anda mau tidak mau seakan terperangkap dalam suatu dunia yang memiliki beribu-ribu pilihan. Tuhan memberikan kita hidup sebagai manusia disertai dengan bermacam-macam kesempatan. Kita diberi kesempatan oleh Tuhan untuk boleh memilih apakah jalan kebaikan atau keburukan yang akan kita lakoni. Seperti halnya seorang bayi, ia dilahirkan layaknya kertas putih yang kosong yang masih memiliki banyak ruang untuk bisa ditulis, masih memiliki banyak kesempatan untuk bisa diraih. Semakin bertambah usia kita, maka akan semakin sedikit pilihan yang tersedia.

Setiap tahapan memilih adalah sebuah ujian kehidupan. Jika kita mampu melaluinya maka kita akan berada setingkat lebih tinggi dari kehidupan semula. Setiap tahun berlalu, anda diibaratkan seperti sedang membuka sebuah pintu untuk menuju ke ruangan lain yang masih bersih dan baru. Ruangan di mana di dindingnya nanti akan kita pasang lukisan-lukisan terbaru, yang berasal dari episode-episode hidup yang akan kita lalui selama setahun ke depan. Hingga pada saat  penghujung usia, maka kita pun menutup riwayat hidup kita. Kita harus meninggalkan buku yang akan menjadi sejarah dan mulai menjalani buku baru dimana tidak satupun halamannya kosong.

Ibarat sebuah situs web, buku baru itu bersifat “read only”, dia hanya berisi “log” dari aktifitas kita yang telah kita torehkan pada buku sebelumnya dan “link-link” yang akan memutar ulang setiap peristiwa . Jika anda menciptakan mozaik yang patriotik pada buku sebelumnya maka anda akan mendapatkan tampilan WEBSITE yang istimewa, tetapi jika mozaik yang anda ciptakan adalah sebuah petualangan hina, maka tampilan WEBSITE anda akan seperti monster buruk rupa dan menakutkan, dan anda akhirnya hanya bisa menyesali semua kejadian yang telah dilalui.

Penyesalan memang ditakdirkan untuk datang belakangan. Ingatkah anda bahwa dalam setiap ruangan tersedia dua buah pintu, pintu menuju kehidupan yang lebih baik dan pintu kematian. Artinya bahwa kita bisa melakukan kesalahan memilih pintu kapanpun , bisa saat berada dilantai satu, dua, atau berapapun. Begitu juga dalam kehidupan, Tuhan bisa memanggil kita kapan saja, dimana saja, bisa pada saat masih kecil, remaja, dewasa, atau setelah tua. Oleh sebab itu, mengapa kita harus menunggu renta untuk mau bertobat. Lakukan kebaikan mulai saat ini, mulai dari diri sendiri, karena setiap kebaikan akan melahirkan kebaikan-kebaikan yang lain. Ingatlah bahwa jika anda sudah terperosok ke dalam lorong-lorong bawah tanah, ribuan anak kunci yang kita bawa, semuanya sudah tidak berguna lagi.

(Renungan diri untuk mencari hakekat)

Doa seorang Insinyur..
5:11 PM | Author: Mr.Xu

 

Ya Tuhanku,

Berikanlah gaya yang besar padaku melebihi gaya yang dikerjakan bumi kepadaku, sehingga aku mampu berpijak dengan kokoh, supaya aku selalu menyadari dari mana asal diriku.

Ya Tuhanku,

Berikanlah aku gaya yang besar, supaya aku dapat berotasi setidaknya mampu bertranslasi. Aku bosan menjadi indeferen, aku ingin goyah, aku ingin berubah sesuai amplitudo dan frekwensi yang berarti.

Ya Tuhanku,

Jadikanlah dunia bergerak relatif terhadapku, aku tidak ingin dunia bergerak bersamaku, karena jika itu terjadi berarti aku tidak bisa melangkah maju.

Ya Tuhanku,

Pasangkanlah pada mata hatiku lensa dengan dioptri yang bisa untuk diubah-ubah sesuai keinginanku, sehingga aku mampu melihat dunia dengan jarak pandang yang berbeda-beda, sehingga aku dapat melihat setiap masalah dari sudut pandang yang berupa-rupa, sehingga aku sanggup menggapai hikmahMu.

Ya Tuhanku,

Berikanlah pada kapasitorku muatan yang sesuai dengan batas kapasitasku, jika tidak maka aku akan menjadi eksplosif. Jika tidak maka seluruh sirkuit jiwaku akan meregang nyawa.

Ya Tuhanku,

Berikanlah pada resistorku impedansi mental yang tinggi, sehingga aku dapat malalui seluruh ujian-ujian hidup dariMu dengan ikhlas dan tetap bersabar.

Pasangkanlah pada diriku dioda-dioda yang mampu mengarahkan jalan hidupku sesuai alur dan algoritmaMu.

Amien….

Amarah dan Lubang yang ditinggalkannya
10:44 AM | Author: Mr.Xu
Kita sering bertanya-tanya, mengapa ada seseorang yang mudah sekali marah hanya hal-hal yang sangat tidak berharga, dan ada orang lain yang begitu sangat sabarnya, sehingga kemurkaanpun seakan-akan lelah menghadapinya. Apa yang membedakan mereka ? perbedaannya adalah pada letak hati mereka. Mereka yang meletakkan hati mereka pada ruangan yang sangat sempit, maka guncangan sekecil apapun akan mengakibatkan ia terguncang-guncang dan mudah sekali terbentur dinding-dinding pembatas. Sebaliknya mereka yang meletakkan hatinya pada sebuah tanah lapang, maka sekuat apapun gempa bumi yang terjadi, mereka tidak akan terluka. Tetapi dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas mengenai mengapa seseorang begitu pemarah, tetapi yang saya bahas kali ini adalah apa yang ditinggalkan dari sebuah amarah.

Suatu hari, seorang ayah memberikan anaknya yang pemarah beberapa buah paku dan sebuah palu. “ Untuk apa ini ayah ?” tanya sang anak kepada ayahnya.
“Anakku, jika engkau sedang marah hujamkanlah paku itu pada dinding dalam kamarmu”.
“Ini sebagai pelampiasan dan penyaluran agar amarahmu dapat terredam” kata ayahnya melanjutkan.
Sang anakpun menurut, dan pada hari pertama saja sudah 37 paku ditancapkan pada dinding kamarnya. Hari kedua 27 paku, hari ketiga dan seterusnya semakin hari semakin berkurang. Hingga pada suatu hari dia sama sekali tidak menancapkan sebuah paku pun pada dindingnya. Sang anak sangat gembira dan mengabarkannya kepada sang ayah.

Sang ayahpun kemudian bersyukur, dan meminta sang anak untuk mencabuti kembali paku-paku itu. Ternyata melepaskan paku dari dinding tidaklah semudah seperti pada saat menancapkannya. Dan akhirnya setelah beberapa hari, akhirnya semua paku-paku itu berhasil dilepaskan dari dinding kamar sang anak. Kemudian sang anakpun dengan berlari-lari menghampiri ayahnya dan mengabarkan bahwa dia telah berhasil melaksanakan permintaan sang ayah. Sang ayahpun mengajak putranya untuk masuk kembali kekamarnya itu dan menyuruh anaknya untuk meletakkan tangannya pada dinding bekas paku-paku, merabanya dan merasakannya.

“Anakku, jika engkau mengucapkan atau melakukan sesuatu pada saat marah, maka engkau hanya akan meninggalkan carut-marut dan luka yang ternganga “.
“Engkau dapat menikam seseorang dengan pisau atau membunuhnya. Tetapi ingatlah bahwa beratus-ratus kalipun engkau meminta maaf atau menyesal, namun lukanya masih akan tetap ada”. “Lubangnya akan masih tetap menganga..…dia tidak akan bisa kembali seperti semula”.

(Sebuah pelajaran untuk mendapatkan ketenangan Jiwa)
Menandai Sebuah Makna
10:44 AM | Author: Mr.Xu
Pernahkah kita mencoba berbicara dengan seseorang, tetapi respon yang kita terima tidak sesuai dengan yang kita harapkan ? atau pernahkah kita berusaha menjawab sebuah pertanyaan dari rekan kita, tetapi rekan kita malah berkata “ yang aku maksud bukan itu…”. Apa yang sebenarnya terjadi, sehingga apa yang kita bicarakan dengan orang lain seakan-akan tidak sejalan. Hal ini mungkin terjadi, karena kita saling berbicara dalam kerangka pikiran yang berbeda.

Kita cenderung untuk berbicara dalam alam pikiran kita sendiri, bahkan terkadang berusaha memaksa orang lain untuk selalu mengerti kita, untuk selalu mematuhi semua pendapat kita. Bukankah tujuan kita berkomunikasi adalah untuk memberikan pengertian kepada lawan berbicara agar mereka mengerti maksud kita ? Sehingga apa yang kita minta, mereka bisa menerima dan melakukannya. Maka cobalah untuk berbicara berdasarkan pola fikir mereka. Cobalah berbicara berawal dari dasar-dasar pemahaman mereka, sehinga setahap demi setahap mereka akan menerima pendapat kita tanpa rasa curiga, tanpa rasa terpaksa.

Setiap rangkaian kata yang terucap dari bibir kita bisa menimbulkan pemahaman yang berbeda-beda, tergantung intonasi kita saat berbicara, sikap dan bahasa tubuh kita, latar belakang lawan bicara, serta tingkat pemahaman mereka. Saya akan mencoba memberikan sebuah ilustrasi tentang beragamnya tanggapan yang mucul dari sebuah kalimat hanya karena perbedaan peletakkan tanda baca.

Suatu hari seorang guru bahasa inggris memberikan sebuah kalimat : “ A woman without her husband is nothing “. Kemudian dia meminta kepada para muridnya untuk memberikan tanda baca pada kalimat tersebut dan menuliskannya pada selembar kertas, lalu lembar kertas itu dia minta untuk dikumpulkan di atas mejanya. Pada saat lembaran-lembaran itu diperiksa, dia mendapatkan bahwa sebagian besar murid laki-lakinya menuliskan : “ A woman without her husband, is nothing”. Tetapi sebagian besar murid-murid wanita menuliskan: “A woman : without her, husband is nothing”. Kalimat dengan kata-kata dan susunan yang sama, ternyata mempunyai arti yang berbeda hanya karena perbedaan peletakan tanda baca.

Kedua kalimat itu semuanya benar, tetapi itu hanyalah kebenaran relatif. Maka janganlah kita merasa bahwa diri kitalah yang paling benar, pendapat orang lain salah. Kita merasa benar, hanya karena berdasarkan kerangka pikiran kita sendiri, belum tentu orang lain sependapat dengan kita. Janganlah kita memaksakan kehendak kita kepada orang lain, tapi cobalah kita memberi pengertian agar orang lain paham apa yang kita maksudkan. Janganlah kita murka jika pendapat kita ditolak atau dicela, karena sebenarnya mereka hanya menguji pendapat kita, apakah sebenarnya pendapat kita memang layak untuk mereka terima. Jika kita bisa melewati ujian-ujian itu, maka keyakinan kita akan semakin bertambah, dan kitapun akan semakin mudah untuk menjelaskannya kepada orang lain.

(Renungan untuk mencari sebuah hakekat)
Penguasa Malam yang Mendendam
7:59 PM | Author: Mr.Xu
Suatu hari di katulistiwa, sang gelap baru saja lari terbirit-birit, dia mulai melihat ada sesuatu yang mengintip dari arah timur sana, sesuatu yang tatapan matanya tidak mungkin mampu dia balas. Sesuatu yang bila dia mulai hadir, mampu menggerakkan seluruh makhluk bumi untuk berani melawannya. Sesuatu itu adalah sang matahari, makhluk yang mampu membangkitkan alam untuk dapat bergerak lebih cepat.

Dalam lubuk hatinya, sebagai penguasa malam, sebenarnya ia merasa terhina, diusir secara serta-merta tanpa mampu untuk menolaknya. Ia pernah mencoba melawannya dengan mengerahkan seluruh pasukan awan hitam bahkan dengan bantuan asap tebal hasil pembakaran hutan-hutan tropis, semuanya sia-sia. Pesona sinar matahari benar-benar tidak mampu ia redam, bahkan matahari justru mampu sedikit demi sedikit mengikis habis keberadaannya. Ia baru mampu hadir kembali tatkala matahari mulai lelah dan kembali ke peraduannya.

Hari ini, telah enam belas kali dalam bulan ini, matahari selalu mengusik keberadaannya. Seperti biasanya, matahari hadir pagi-pagi buta, ajudannya sang lembayung sutra, sudah lebih dulu memberi aba-aba. Di susul saling bersautannya corong-corong pengeras suara di mushola, untuk menguji kesetiaan manusia. Di berbagai sudut desa si ayam pejantan memamerkan suara dan kegagahannya, menebarkan pesona kepada para betina. Alam mulai menggeliat, manusia ada yang baru saja membuka selimutnya, menghirup kopi hangat yang sudah disiapkan disamping pembaringan, ironisnya sebagian yang lain dengan terpaksa harus sudah bersimbah keringat menurunkan beban berat dari atas truk yang bermuatan sarat di pasar-pasar becek yang dipenuhi lumpur pekat sisa hujan semalam. Semuanya mulai bergerak, berserabutan merusak keheningan malam. Sang gelap sekali lagi harus merelakan tahtanya untuk digantikan oleh saingan beratnya, sang matahari, penguasa siang.

Sang penguasa malam hanya bisa memandang dari kejauhan, sisa-sisa pasukannya tercerai- berai di kolong-kolong jembatan, dibawah pohon rindang, di dalam gua-gua persembunyian, di lorong-lorong saluran bawah tanah, dan bahkan ada yang bersembunyi di dalam lemari pakaian dan laci meja makan. Dengan tatapan mata yang mulai berlinang, rasa dendamnya mulai memuncak hingga ke ubun-ubun kepalanya. “Akan ku balas engkau sang penguasa siang”, ia berteriak keras-keras di tengah-tengah kesendirian, meluapkan segala kekesalan sambil mengangkat tangannya yang terkepal. Lalu ia mulai diam kelelahan, terkulai lemas. “Aku harus membalas !” berkali-kali kalimat itu terlontar, keningnya mulai berkerut, ia memikirkan sebuah rencana maut. Terpaksa kali ini, ia harus meminta bantuan kepada sang permaisuri malam. Ia yakin, kecantikan Sang Rembulan akan mampu meluluh-lantakkan kesombongan sang penguasa siang.

Sang penguasa malam dan permaisuri rembulan berjalan mengendap-endap, sambil terus melihat-lihat kekiri dan kekanan, dia mengintip dari balik dinding langit, membuat perhitungan yang masak untuk memilih saat yang tepat. Akhirnya kesempatan itu datang, sang gelap kemudian memberi aba-aba kepada permaisurinya, “sekarang sayang !”. Dengan serta-merta sang rembulan melompat, dipeluknya bumi erat-erat. Punggungnya yang membelakangi matahari mulai terasa panas karena sinar sang penguasa siang, semuanya tidak dia perdulikan. Di bawah sana, terjadi keributan, sebagian manusia berteriak-teriak “Gerhana!, gerhana!,gerhana!” . Tidak beberapa lama kemudian, sang rembulan mulai merasakan sengatan sinar matahari yang menusuk-nusuk punggungnya sudah tidak mampu lagi ia tahan, “Suamiku,.. aku sudah tidak kuat lagi…”. “OK sayang!, cukup! sekarang kita mundur…”. Maka sang rembulanpun melepaskan pelukannya, ia melompat dan berlari ke arah suaminya serta menghilang di sela-sela dinding langit meninggalkan hingar-bingarnya bumi yang sekarang sudah mulai kembali bisa bernafas.

Gerhana

“Maafkan aku permaisuriku, aku telah memanfaatkanmu untuk melampiaskan rasa dendamku” sang penguasa malam berbisik di telinga sang rembulan, lalu dengan perasaan yang mulai lega, ia mencium kening sang permaisuri dan mengucapkan terima kasih.

“Tidak apa-apa sayang, walaupun tubuhku akan meleleh sekalipun aku tidak akan menyesal, asalkan aku masih tetap dapat melihat engkau tersenyum sayang”, benar-benar sebuah pengorbanan yang tulus, yang ditunjukkan sang Rembulan untuk selalu membahagiakan suaminya, sang raja penguasa malam.

Rasa dendam memang seringkali menang, dia mengalahkan akal sehat, mengorbankan segalanya, bahkan miliknya yang paling berharga sekalipun tidak lagi diperdulikan. Rasa dendam adalah anak yang dilahirkan dari rahim kedengkian. Rasa dengki yang lahir dari ketidak mampuan dan mental pecundang. Jika saja sang malam mau berbagi, dia tidak perlu mengorbankan sang permaisuri yang paling ia sayangi.

Sang rembulanpun ikut berperan memupuk kedengkian suaminya, hanya karena rasa cinta yang membabi buta. Kenapa sang dewi malam tidak mau mengingatkan, agar kemarahan sang raja malam dapat diredam. Bukankah kecantikan yang dimilikinya mampu ia pergunakan untuk menghibur lara sekaligus amarah.

(Renungan anak-anak alam)

Seberapa Banyak Engkau Mendengar ?
9:58 PM | Author: Mr.Xu

"The best way to persuade people is with your ears--by listening to them."
(Dean Rusk)

Alat persuasif yang terbaik adalah telinga, dengan cara mau mendengarkan orang lain, begitulah kira-kira yang dimaksudkan dari kalimat di atas. Dengan mulut memang kita bisa memberi banyak penjelasan, dengan mulut memang bisa kita ciptakan beribu alasan, dengan mulut kita bisa rangkai berjuta argumentasi, tetapi dengan mendengarkan, ketiganya bisa diberikan tanpa harus diucapkan.

Apakah para psikiater mampu mengobati para pasiennya dengan cara banyak memberikan khotbah atau ceramah ? Justru seorang psikiater membuat sesi pengobatannya dengan cara banyak bertanya, meminta pasien untuk mengisi serangkaian quiz, atau hanya menyaksikan sekelompok pasiennya menyelesaikan sebuah permainan. Dengan banyak mendengar, seorang psikiater tidak hanya mampu mengetahui informasi tentang pasiennya dan menganalisanya, tetapi bahkan bisa mengarahkan pasiennya untuk bisa menemukan solusi atas penyakitnya sendiri. Bahkan dengan mendengar melalui para intelejennya, para pemimpin partai komunis china mampu tetap mempertahankan stabilitas negaranya dan membawa negara tirai bambu itu sebagai negara yang paling disegani di kawasan Asia.

Dengan cara mendengar dan bertanya seorang dengan ego yang paling tinggi sekalipun mampu untuk ditaklukkan. Tetapi mengapa sebagian orang lebih suka banyak berbicara dari pada harus mendengar. Karena dengan banyak berbicara mereka ingin menunjukkan "Inilah saya, beginilah kapasitas saya, siapa yang berani menyangkal pendapat-pendapat saya". Sifat dasar manusia yang selalu ingin dipuja, selalu ingin dianggap pandai oleh lawan bicara, itulah yang menyebabkan seseorang lebih suka berbicara daripada mendengar. Bahkan kadang-kadang orang yang banyak bicara, sebenarnya mereka sendiri tidak memahami apa yang dikatakannya. Karena sebenarnya, dengan bicara mereka hanya mendapatkan materi bukan esensi.

Dengan mendengar, kita belajar menghargai orang lain, kita belajar memahami isi kepala orang lain, sehingga kalaupun kita harus berbicara kita bisa berbicara dalam alam mereka, kita bisa berucap dalam kerangka pemahaman mereka. Apakah mereka akan menyangkal kebenaran mereka sendiri, apakah mereka akan menolak pendapat orang yang sepaham dengan mereka ? Jika dalam pikiran mereka sudah tidak ada lagi penolakan, jika kita sudah dianggap termasuk dalam golongan mereka, maka apapun yang kita minta mereka akan memenuhinya.

Sudah berapa banyak yang kita dengar dari sekeliling kita, sudah berapa banyak kita bisa pahami dari orang lain, dan sejauh mana kita sudah mampu menghargai orang lain ? Jika jawabannya "Ya cukup lumayanlah..!", maka anda adalah pribadi yang paling dicintai oleh banyak orang. Bukankah setiap orang selalu ingin membahagiakan orang yang dicintainya?. SELAMAT..! anda termasuk orang yang beruntung.

Cinta dan Bianglala
11:20 PM | Author: Mr.Xu

 

Ada apa dengan Cinta? Ada apa dengan Bianglala (pelangi) ? Apakah ada hubungan diantara keduanya ? beberapa ungkapan mengkin bisa menggambarkannya.

Kala cinta sedang membara, segala rupa isi dunia terasa indah.

Bianglala bukanlah hanya tahta dewata, tetapi serupa ungkapan jiwa nan bergelora.

Setiap warna adalah puja, setiap warna

 adalah kata cinta.

 

Warna seringkali dipergunakan manusia untuk mengasosiasikan perasaan cinta. Bahkan seorang Jhon Lee mampu melahirkan buku yang berjudul The Colors of Love (1973). Lee menganalogikan jenis-jenis cinta selayaknya warna dibagi atas tiga warna dasar, yaitu : (1)Eros, (2) Ludos, dan (3) Storge.

Seumpama warna, dimana kombinasi dari warna-warna dasar (warna primer) mampu menciptakan warna lain yang berbeda (warna skunder). Pembagian cinta menurut Lee dapat dijabarkan

 sebagai berikut :


A. Cinta Primer,

  1. Eros ~ Cinta terhadap orang yang ideal,
  2. Ludos ~ Cinta hanyalah permainan,
  3. Storge ~ Cinta adalah persahabatan.

B. Cinta Skunder,

  1. Mania ( Eros + Ludos ) ~ Cinta obsesif,
  2. Pragma ( Ludos + Storge ) ~ Cinta yang praktis dan realistis,
  3. Agape ( Eros + Storge ) ~ Cinta Tulus tanpa pamrih.

Termasuk jenis yang manakah, cinta anda terhadap pasangan anda ?

MIMPI dan MISTERI
6:21 PM | Author: Mr.Xu

Kulihat berkas cahaya di ujung lorong itu, cahaya yang mungkin akan membawaku menuju pintu keluar. Di sekitarku yang ada hanya hitam yang pekat, hanya noktah cahaya di kejauhan itu saja yang masih mampu aku jadikan pedoman. Aku bentangkan tanganku sambil meraba-raba dinding basah yang licin dan lembab, kuseret kakiku melangkah perlahan, sesekali aku menginjak bebatuan yang tajam, aku merintih tertatih-tatih. Semakin aku dekati semburat cahaya itu, mulai jelas jalan yang aku pijak, 

genangan air sebatas mata kaki menggenang hingga batas pandangan. Dinding-dinding yang semenjak tadi aku gerayangi, kini mulai tampak berlumut dan berlubang-lubang. Aku kuatkan tekad untuk melangkahkan kaki lebih cepat, tiba-tiba lorong yang tadinya sempit, kini mulai bercabang. Aku mulai bimbang, jalan mana yang harus aku pilih, tetap luruskah atau harus berbelok. Keduanya nampak hampir serupa, tetapi jalan berbelok terlihat sedikit lebih terang.

Aku putuskan untuk melangkah mengikuti jalan 

yang bercabang, aku fikir jika jalan yang lebih terang pastilah jalan yang lebih dekat menuju pintu keluar. Tetapi semakin jauh melangkah cabangnya semakin bertambah, aku tidak mau mengambil resiko mengulangi untuk mengambil jalan yang bercabang. Semakin lama berkas cahaya semakin redup kembali, dan ternyata aku kembali ke titik semula, tempat dimana aku pertama kali melihat berkas cahaya. Berkali-kali aku mencoba, selalu sampai ke tempat yang sama. Aku mulai panik, lututku gemetar, aku terpuruk karena lelah. Aku pejamkan mata sambil berdoa, "Ya Tuhanku, berikan aku petunjukMu, tunjukkan aku pelitaMu, hanya Engkaulah yang mampu menolongku".

Nafasku mulai tersengal-sengal, detak jantungku mulai tak beraturan. Badanku lemas terkulai, dan lututku terasa mulai menyentuh lantai yang basah, aku limbung, badanku mulai terbaring seolah tak bertulang. Aku tetap memejamkan mata, hanya gelap yang pekat yang aku rasakan. Tiba-tiba aku merasakan suatu perubahan terjadi, aku tidak merasakan lagi dinginnya lantai yang basah. Aku buka mataku perlahan-lahan, aku merasakan "De Javu" , seakan aku berada dalam ruangan yang pernah aku kenal sebelumnya. Kupalingkan mukaku ke kiri dan kanan, ternyata aku tidak lagi sendiri, ada istri dan kedua anakku di sisiku. Nafasku tetap memburu, bulir-bulir keringat dingin yang pekat terasa bercucuran. Ternyata aku hanya bermimpi, mimpi buruk yang penuh misteri. "Ya Tuhanku, hikmah apakah yang gerangan hendak Engkau sampaikan ?".

Aku bangkit dari tempat tidurku, aku begitu takut untuk tertidur lagi, aku takut jika aku nanti tertidur, aku akan menemukan mimpi yang serupa, mimpi yang menakutkan dan sangat melelahkan. Aku mencoba berwudlu dan melakukan Sholat Sunat dua roka'at. Aku bersimpuh, berdoa sejadi-jadinya dan memohon ampun atas semua kesalahan-kesalahan yang telah aku perbuat. Dalam sujudku, tiba-tiba saja terlintas dalam benakku berbaris-baris kalimat. Aku berdiri dan melipat sajadahku, berjalan ke arah meja, dan mengambil sebuah buku catatan dari laci mejaku. Aku membolak-balik buku itu untuk mencari halaman yang masih kosong, lalu aku membuat beberapa catatan :

    • Ya Tuhanku, jika saja aku mau lebih mendekat kepadaMu, dan mau menjadikan cahayaMu sebagai petunjuk hidupku, maka Engkau pasti akan memperjelas semua langkah-langkahku.
    • Ya Tuhanku, Engkau telah memberi aku kebebasan untuk memilih jalan hidupku, maka tunjukkanlah aku yang benar adalah benar sehingga aku dapat melakukannya, dan tunjukkanlah kepadaku bahwa yang salah adalah salah sehingga aku mampu menghindarinya. Hanya Engkaulah Tuhanku yang mampu membimbingku untuk tidak memilih jalan yang Engkau murkai, meskipun nampaknya jalan itu terlihat lebih indah dan menyenangkan.
    • Ya Tuhanku, berikanlah kepada mata hatiku seluruh pencerahanMu, sehingga aku tidak melakukan kesalahan yang sama secara berulang-ulang. Karena hanya Engkaulah yang menggenggam semua jalan keluar.

Aku mulai sedikit tenang, hembus nafasku sudah tidak lagi memburu, detak jantungku sudah tidak lagi berpacu. Aku pejamkan mata dan menghirup udara dalam-dalam, mensyukuri nikmatmu itu, lalu aku hembuskan perlahan. Aku kembali berbaring dan kembali berdoa dalam hati, "Ya Tuhanku dengan menyebut namaMu, aku serahkan hidup dan matiku hanya kepadaMu Robbi dari semesta alam".

A Ling and The Backbone
11:19 PM | Author: Mr.Xu

A Ling adalah nama kiasan yang aku anugrahkan kepada seorang gadis cantik teman kerjaku. Nama itu terinspirasi dari sebuah novel karangan seorang pujangga fenomenal abad ini, Andrea Hirata. Sebuah kisah cinta yang mampu mengubah mimpi-mimpi yang hampir mustahil menjadi sebuah kenyataan.  Nama oriental ini adalah sebuah nama tokoh pelakon cinta bersama sang tokoh utama. Sebuah kisah cinta berenergi magic yang diawali dari ketertarikan pelaku utama pada aura eksotik sederetan kuku-kuku jemari seorang wanita. Sebuah ketertarikan yang sangat sederhana tetapi bernuansa romantisme yang sangat luar biasa. Ketertarikan pada A Ling adalah ketertarikan yang murni dan bukannya ketertarikan palsu yang berasal dari simbol-simbol sensual seorang wanita, seperti kebanyakan kisah cinta pada umumnya. 

Seperti skala gilanya Andrea Hirata, penyakit ketertarikanku kepada rekan kerja mungkin sudah merupakan penyakit gila yang ke lima puluh atau mungkin lebih, atau singkat kata, penyakitku ini sudah merupakan penyakit gila akut. Bahkan sangkin gilanya, istriku tercinta yang saat ini setia mendampingiku pun merupakan hasil dari kegilaanku itu. Kali ini kegilaanku kambuh kembali, sehingga mampu melahirkan sosok A Ling baru. Sosok A Ling yang membawa energi magic baru, energi yang mampu mengubahku menjadi seorang pujangga karbitan, atau bahkan seorang filosof kambuhan.

Kisah ini mungkin tidak semurni cinta Ikal-nya Andrea Hirata kepada A Ling, tetapi ending-nya sama, kisah cinta yang tidak mungkin bersatu. Jika persekutuan Ikal-A Ling gagal karena isyarat diamnya ayah ikal yang bermakna "tidak!", maka kisah aku dan A Ling tidak mungkin bersatu karena aku sudah didampingi oleh permaisuriku, ibu dari kedua pangeran kecilku, sedangkan A Ling sudah memiliki Arjunanya sendiri. Atau mungkin lebih tepatnya lagi, kisah ini sebenarnya bukan sebuah kisah cinta, tetapi hanya sebuah kisah kekaguman biasa seorang pria kepada lawan jenisnya.

Awalnya aku mengenal A Ling pada saat dia masih bersetatus karyawan "Training". Entahlah ini merupakan suatu awal keberuntunganku, atau justru dimulainya malapetaka itu. Tiba-tiba saja, dia ditempatkan diruanganku untuk membantu Tim Bagianku menyelesaikan sebuah proyek. Rupanya Tuhan mencoba mengujiku dengan menempatkan sesosok makhluk indah tepat di sebelahku. Konsentrasiku sedikit terganggu, tetapi beban kesulitan yang harus aku hadapi dalam mengerjakan tugas pada proyek itu, sedikit mampu menepiskan terjangan godaan itu. Sesekali aku melirik sosok indah itu, "Ya Tuhan ampunilah aku,. manis sekali lesung pipit itu...". Sebagai karyawan Senior aku mencoba berbasa-basi.. tetapi terasa aneh, udara yang keluar dari pita suaraku seolah bergetar-getar tak beraturan, menghasilkan bunyi-bunyian yang seakan sarat dengan hasrat. Bak seorang penampil, aku demam panggung, serba canggung, membangkitkan suasana yang hambar laksana sayur tanpa garam. Aku mengutuki diriku sendiri, dan berusaha mengalihkan perhatianku kembali ke tugasku.

Aku bukanlah golongan pria yang mempunyai "Hidden Face", apa yang terpancar dari raut mukaku, itulah apa yang tersirat di dalam hatiku, bahkan tidak perlu bergelar sarjana psikologi  untuk dapat dengan mudah membaca suasana hatiku dari raut wajah. Tetapi aku mungkin akan disebut orang yang paling munafik kalau tidak mengagumi sosok A Ling-ku ini. Bagaimana tidak, sosoknya boleh dibilang hampir sempurna. Paras muka yang putih bersih dihiasi oleh sepasang lesung pipit pada kedua pipinya, hidungnya bak buah jambu air meranum, termasuk indah untuk ukuran wanita Indonesia. Suaranya merdu, manja merayu. Postur tubuhnya meskipun pada beberapa bagian termasuk extraordinary tetapi tetap saja mampu membentuk keindahan yang sangat mempesona. Suatu hal yang paling mengesankan dari A Ling adalah punggungnya ("The backbone": mengambil inspirasi dari sebuah nama grup band yang sedang digandrungi banyak gadis saat ini). Punggungnya adalah sebuah instrumen magic yang mampu menggetarkan hatiku saat aku memandangnya.

Kini, A Ling sudah kembali ke ruangan kerjanya sendiri sebuah ruangan besar yang dipenuhi deretan meja kerja menghadap ke arah jendela. Sebuah meja kerja besar dan mewah tepat berada di sisi pintu masuk ruangan, meja tempat Sang Taipan duduk menandatangani semua dokumen keuangan dan tagihan. Setiap aku memasuki ruangan itu, hatiku selalu bergetar, getaran yang ditimbulkan tidak hanya dari daya keramat meja Sang Taipan, tetapi juga getaran yang muncul dari pancaran aura magic punggung A Ling. Setiap aku memasuki ruangan itu, pandanganku seakan sebuah radar yang telah mengunci sebuah sasaran, suatu koordinat lokasi dimana sumber getaran magic berasal. Ini mungkin bentuk kegilaanku yang lain, kegilaan nomor lima puluh satu, dimana aku begitu terkesan dan merasa terobati dahaga rinduku hanya dengan memandangi punggung A Ling itu. Punggung A Ling-ku benar-benar memiliki daya magic yang setara dengan kuku-kuku jemari A Ling-nya Ikal.

Entahlah, mengapa punggung A Ling terasa begitu sakti mandraguna, apakah karena secara ilmiah, Punggung atau The BackBone dengan Sumsum Tulang belakangnya berfungsi semacam kabel serat optik dimana ribuan bahkan jutaan sinyal dari berbagai penjuru tubuh disalurkan ke Pusat Super Micro Computer (Otak). Sinyal-sinyal inilah yang mungkin mampu memancarkan Aura Induksi ke segala arah...Pancaran Aura  yang seolah olah mampu memberikan punggung A Ling suatu daya yang meluap-luap untuk memiliki kekuatan imajinasi dari efek-efek sensualitas...

Melihat punggung A Ling menjadikan aku terobsesi untuk menyusun pola-pola imajinasiku yang paling liar. Begitu luas ruang imajinasi yang ditawarkan dari punggung A Ling, seolah-olah aku mampu menangkap bentuk keindahan A ling secara utuh hanya dari punggungnya itu.

Mungkin A Ling sudah mulai merasa ada sebuah tatapan bergairah yang menusuk-nusuk masuk ke sumsum tulangnya dari seorang pengagum rahasia. A Ling berusaha meraih kendalinya,..bagaikan penguasa yang gila dengan kekuasaannya dia mulai mempermainkan lekuk punggungnya perlahan melenggok menari-nari bak ular kobra India mendengar gubahan dan aransemen ciptaan pawangnya. Aku semakin terobsesi...Aku merasa setiap perubahan koordinat dari lekuk-lekuk punggungnya merupakan kombinasi dari matrik-matrik dan vektor-vektor dengan kombanasi angka-angka yang aku sendiri kadang-kadang pusing untuk memahaminya... namun secara insting setiap kombinasi dari angka-angka itu membawa aku kepada nuansa prediktif yang berupa-rupa liarnya tetapi masih dalam satu ikatan simponi yang indah. Aku merasa teduh sekaligus penasaran, penuh keinginan, penuh gairah yang berkobar-kobar.... benar-benar sebuah obsesi yang tidak pernah akan merasa letih.

Punggung A Ling selalu saja mampu menuntunku menemukan mimpi-mimpi baru. Mimpi yang seumpama rangkaian reaksi fusi bijih-bijih urainium yang saling saut-menyaut semakin besar, semakin kuat, semakin tak terkendali hingga kekuatannya seolah mampu meluluh-lantakkan kota Hirosima. Begitulah kedahsyatan energi cinta , penuh misteri .....

Dedicate to A Ling The Untouchable Love...

Puzzle in the night...
2:30 AM | Author: Mr.Xu

Malam itu sunyi senyap, hanya sisa-sisa suara tetesan air mata langit yang mulai terisak sejak ditinggal oleh matahari yang mulai lelah setelah seharian menyombongkan diri. Langit tidak lagi menangis meraung-raung seperti badai minggu lalu. Dia hanya terisak dengan rintihan lirih namun tak hendak terhenti. Mataku masih saja enggan berkompromi, kedua kelopaknya seakan enggan saling menyapa, apalagi mau mendekat layaknya seorang sahabat. Pandanganku kosong tegak lurus meraba setiap jengkal langit-langit kamarku yang sudah tidak lagi putih.

Aku mulai merasakan angan-anganku mulai bergerak melayang-layang menembus langit-langit kamar menjelajahi pekatnya awan hitam di malam gelap yang tidak bertuan. Aku melihat seberkas cahaya terang berserabutan berebut keluar dari sebuah pintu yang setengah terbuka, aku melangkah masuk ke dalamnya, lalu tiba-tiba saja aku berada dalam sebuah ruangan serba putih tanpa dinding tanpa tepi, yang aku lihat hanyalah kepingan-kepingan puzzle bergambar yang melayang-layang bertebaran di segala penjuru arah. Aku berbalik arah, tapi pintu itu sudah tidak lagi ada.

Aku melihat ke sebuah keping puzzle yang terdekat, gambarnya berganti-ganti layaknya sebuah kisah sinema. Aku melihat diriku yang masih remaja, berseragam baju putih dan celana pendek berwarna biru. Seorang gadis manis duduk dihadapanku dengan wajah pucat pasi, memandangiku yang terduduk ditanah sambil memegangi lututku yang mulai berdarah. "Ma'af .." terluncurlah sebuah kata dari bibirnya yang mungil dan merona. Lusi, gadis manis itu semakin mendekat, "Sakit..ya?". Aku mengangguk tak bersuara. Tiba-tiba saja Lusi mengeluarkan selembar sapu tangan warna biru dari saku bajunya yang berenda dan berusaha membersihkan lukaku dengan lembut. Aku pegang lengan tangannya, "Au..!" sengaja aku keraskan suaraku, meskipun sebenarnya tidak terlalu sakit. Aku biarkan lukaku dibersihkannya, dengan tanganku mesih tetap memegang lengannya. Aku tersenyum dalam hati, sambil terus-menerus menatap wajahnya yang mungil manis meranum bak daging buah pepaya muda. Gadis yang diam-diam aku sukai, kini tepat berada dihadapanku....

Tanpa sengaja tangan kananku tiba-tiba saja menyentuh sebuah keping puzzle lain, aku alihkan perhatianku pada puzzle itu, aku raih dan aku genggam dengan telapak tanganku. Aku pandangi telapak tanganku yang masih menggenggam keping puzzle itu, sinarnya memancar dari sela-sela jariku. Aku buka perlahan genggamanku dan aku pandangi keping puzzle yang masih berada di atas telapak tanganku. Aku melihat diriku sedang berjalan menghampiri sekelompok pemuda berseragam putih abu-abu, seorang gadis tomboi berpotongan rambut ala Lady Di, sedang berbincang-bincang dengan mereka. Gadis itu, ROSA namanya, teman satu mejaku. Dia berbincang sambil menyandarkan kedua tangannya di tepian bibir meja. Aku duduk di atas meja disebelah gadis itu, berusaha untuk terlibat dalam pembicaraan itu. Tanpa sengaja tanganku menyentuh jemari Rosa, dia tetap berbincang seolah-olah tak terjadi apa-apa, tetapi perlahan-lahan tangannya justru menggenggam tanganku dan menjadikannya sebagai tumpuan. Perlahan-lahan aliran listrik seakan-akan mengalir dari ujung tanganku, merambat cepat mengguncang-guncang jantungku. Aku lirik Rosa, gadis tomboy itu, dan diapun melirik ke arahku sambil tersenyum. Aku memang menyukai teman sebangkuku, gadis tomboi yang lebih suka mengobrol dengan teman laki-laki sekelasku dibanding pergi ke kantin sekolah dengan geng centilnya..

Aku tersentak dan tersadar dari lamunanku, aku melihat kesamping, kedua anakku masih terlelap, di sebelahnya seorang wanita cantik juga tertidur pulas, wanita itu adalah istriku, ibu dari anak-anakku. Wanita yang telah lebih dari sepuluh tahun terakhir selalu menemani hari-hariku. Hari-hari yang selalu penuh diwarnai dengan perjuangan. Sedikit-demi sedikit rasa bersalahku mulai berkuasa, rasa bersalah karena telah membiarkan angan-anganku mengembara liar, membayangkan wanita-wanita lain yang pernah hadir menyentuh relung hatiku. Aku bangkit dari tempat tidurku, berjalan kearah meja dan mengambil selembar kertas putih kosong. Lalu aku mulai menulis....

Hidup yang aku jalani serasa sebuah permainan Puzzle. Sosok yang membentuk diriku saat ini adalah susunan dari kepingan-kepingan puzzle yang masing-masing memuat penggalan episode hidup yang saling mengait. Kaitan-kaitan itu membentuk sebuah cerita panjang yang mengantarkanku berjalan ke masa kini.

Setiap orang berbeda-beda cara dalam menyelesaikan sebuah permainan puzzle, tetapi hasil akhirnya tetaplah sama.

Sebagian, ada yang mampu menyelesaikan permaianan secara berurut dari bagian bawah ke atas. Sehingga setiap tahapan pencapaian seakan-akan mudah di tebak.

Sebagian yang lain hanya mampu menyusun kepingan demi kepingan secara tak beraturan, awalnya dimulai dari bawah, lalu tiba-tiba dilanjutkan dari atas, atau sesekali pindah dari sisi kiri atau sisi kanan. Setiap tahapan tidak mungkin bisa di reka, akan menjadi apa gambar puzzle pada akhirnya.

Semakin jelas gambaran puzzle yang kita ingat, akan semakin mudah permainan diselesaikan.

Semakin kuat keinginan kita untuk mencapai impian, maka akan semakin mudah impian itu terwujud.

"Uu waahh...!", aku mulai menguap. Ribuan ton beban seakan-akan menggelayuti kedua kelopak mataku. Aku mencoba bertahan dan memasukkan kertas itu ke dalam tas kerjaku. Dengan langkah gontai laksana panglima yang kalah perang, aku terseok-seok kembali ke tempat tidurku, lalu gelap..hitam...pekat.... "Z z z Z z ".

My Blog List

  • Laughing before it’s illegal - [image: laugh]Don’t be afraid to laugh. Laugh not make you look like a fool or make your authority will go down if you have appropriate reasons. But you ...
    15 years ago
  • TRiMaKaSiH CiNTa - *Dan bila aku berdiri* *Tegar sampai hari ini* *Bukan karena kuat dan hebatku* *Semua karena cinta* *Semua karena cinta* *Tak mampu diriku* *dapat berdiri t...
    15 years ago