Etiquetas

The Elephant Fans Club
11:44 PM | Author: Mr.Xu

Empat orang sahabat Maman, Rizky, Fikri, dan Teguh senang berdiskusi membahas berbagai macam masalah, baik yang sedang marak dibicarakan orang maupun materi yang hanya kalangan mereka sendiri yang tahu. Mereka adalah kelompok diskusi perhimpunan cacat netra. Mereka melakukan pertemuan rutin di sebuah ruang tamu sebuah yayasan cacat netra, tempat mereka biasa bersosialisasi dengan rekan-rekan senasibnya. Minggu lalu mereka mencoba membahas mengenai terpilihnya Obama menjadi presiden Amerika Serikat. Mereka begitu bangga, bahwa ada seorang yang pernah sekolah dan tinggal di Indonesia, ternyata bisa menjadi pemimpin dunia. Namun kali ini mereka membicarakan topik yang jauh lebih ringan, akan tetapi selalu membuat penasaran fikiran mereka selama ini. Topik bahasannya adalah mengenai seekor gajah. Keempat anggota majelis diskusi itu kebetulan sudah menyandang cacat sejak mereka di lahirkan, maka sudah barang tentu mereka belum pernah melihat bentuk gajah yang sebenarnya sebelumnya.

Fikri, sesuai namanya dia adalah seorang pemikir, banyak ide-ide yang diusulkan, dan memang selama ini banyak pokok-pokok bahasan diskusi berasal dari idenya. Kali ini dia membuka pembicaraan : " Hai pren..kalian tahu tidak binatang yang disebut gajah ? ". " Alah gajah wae te ngarti....", Maman yang memang pribumi sunda asli menimpali dengan semangat dan sedikit agak sombong. " Gajah teh bentuknya kaya ular phiton tetapi suka menyemburkan air" Maman melanjutkannya dengan yakin dan percaya diri. Maman teringat dulu waktu dia berusia 12 tahun SLB tempatnya belajar pernah mengadakan Study Tour di sebuah kebun binatang di Bandung. Waktu itu dia berkesempatan memegang belalai seekor gajah, yang kebetulan saat itu habis minum di kolam kandangnya. Gajah itu menyemburkan air bekas minumnya ke arah Maman, sehingga maman basah kuyup. Waktu itu Maman masih kecil, maka dia menangis sejadi-jadinya dan butuh 3-4 orang guru pembimbing untuk membujuknya. "Salah ! gajah itu seperti kipas " kali ini si Teguh menyela dengan suara keras, membuat teman-temannya yang lain kaget dan Rizky yang sejak tadi mengantuk, hampir saja terjatuh dari tempat duduknya. " Uh ! kamu guh..nggak usah sambil teriak bisa nggak sih?.. udah keras salah lagi..". "Tenang Men.. slow down..santai-santai, kita ini sedang berdiskusi bukan bertengkar", Fikri yang merasa bertanggung jawab membuka pembicaraan berusaha menengahi teman-temannya yang wataknya memang sedikit agak keras. Apalagi si Teguh, benar-benar teguh pendiriannya... dia akan selalu berjuang mempertahankan pendapatnya sampai titik darah penghabisan.. tetapi dia akan dengan jiwa besar menerima pendapat orang lain jika memang argumentasinya sudah habis. "Kamu kok berani menyalahkan Teguh, memang kamu sudah pernah memegang gajah? ", kata Fikri melanjutkan. "Sudah dong!, Gajah itu bulat tinggi berdiri tegak seperti batang pohon kelapa ", "Kulitnya berkerut-kerut tetapi keras". Kebetulan Rizky memang berasal dari daerah pesisir, dimana dikampungnya banyak terhampar perkebunan kelapa. Teguh dan Rizky memang keduanya tidak salah. Teguh pernah memegang telinga gajah dan Rizky pernah memegang kaki gajah pada suatu pertunjukan sirkus yang kebetulan singgah di kampungnya. Fikri sang pemikir menjadi semakin penasaran, kenapa semua temannya mempunyai gambaran yang berbeda mengenai gajah, bahkan semuanya bertentangan dengan pengalaman yang pernah dia rasakan sendiri. " Kalau menurut saya, Gajah itu seperti belut atau ular sawah, bentuknya bulat, kecil dan panjang, tetapi baunya seperti kotoran hewan". " kenapa ya? pendapat kita berempat kok berbeda-beda? pasti ada yang tidak beres... mungkin kita hanya memegang dan meraba sebagian tubuh dari gajah ". Fikri berdiam sebentar, dia memutar otaknya dengan kencang, begitu pula dengan teman-temannya yang lain, mereka sedikit-demi sedikit mulai meragukan pendapatnya sendiri. Bahkan Teguh yang biasanya berpendirian sangat keras, kali ini dia bergumam, "Oh iya..ya..".

Kemudian mereka berempat mulai menggabung-gabungkan semua informasi yang mereka miliki masing-masing, sampai suatu kesimpulan bahwa : "Oh berarti ..yang abdi pegang itu teh Belalainya... pantes waktu itu aku dibuat basah kuyup" Maman mulai mengevaluasi pendapatnya. Teguh tidak mau kalah menimpali, "Kalau begitu, mungkin yang aku raba saat itu telinganya.. berarti telinganya lebar sekali..ya." , teguh berusaha membuat kesimpulannya sendiri . "Wah Kalau Telinganya saja sebegitu lebar, dan kakinya yang dipegang oleh rizky sebesar pohon kelapa, berarti tubuhnya pasti jauh lebih besar lagi. Dan mungkin yang aku pegang dulu itu ekornya..pantes baunya nggak enak."

Begitulah setiap saat suasana diskusi mereka, meskipun diawali dengan saling mengejek dan perdebatan yang sengit, tetapi mereka seolah sudah saling mengerti. Untuk lebih meyakinkan lagi mereka kemudian memutuskan untuk menguji kesimpulan mereka dengan bertanya langsung kepada bapak Tarsiman, salah seorang guru pembimbing dan kebetulan saat ini menjadi pengurus harian Yayasan Tuna netra tersebut.

Mereka, keempat sahabat itu adalah pribadi-pribadi yang selalu terbuka. Mereka tidak saling menyombongkan diri satu sama lain. Sehingga pengetahuan dengan mudah mengalir secara alami ke dalam diri mereka. Mereke terus beranalogi dan saling berbagi informasi untuk mendapatkan sebuah gambaran yang sempurna dari sebuah fakta. Sehingga mereka mendapatkan sebuah hakekat, hakekat dari seekor gajah.

This entry was posted on 11:44 PM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments:

My Blog List

  • Laughing before it’s illegal - [image: laugh]Don’t be afraid to laugh. Laugh not make you look like a fool or make your authority will go down if you have appropriate reasons. But you ...
    15 years ago
  • TRiMaKaSiH CiNTa - *Dan bila aku berdiri* *Tegar sampai hari ini* *Bukan karena kuat dan hebatku* *Semua karena cinta* *Semua karena cinta* *Tak mampu diriku* *dapat berdiri t...
    15 years ago