Etiquetas

JANJI TAUHID
7:09 PM | Author: Mr.Xu
Seperti dalam banyak hal, segala kejadian minimal memiliki dua dimensi yang saling berhimpitan, yaitu dimensi jasmaniah dan dimensi rohaniah. Ada dimensi fakta dan dimensi hikmah, atau ada yang menyebut hal tersurat dan hal yang tersirat. Kedua dimensi tersebut bersama-sama membentuk karakter dan tingkah laku manusia dalam tugasnya memenuhi hak Allah sebagai Sang Maha Pencipta. Pertanggung jawaban manusia sebagai makhluk Tuhan sesungguhnya tidak saja baru dimulai ketika kita dilahirkan dari Rahim ibu, tetapi jauh sebelum itu, yaitu ketika ruh-ruh manusia (Bani Adam) di baiat oleh Allah untuk dipersaksikan terhadap keberadaan Allah sebagai Sang Kholik. “ Bukankah Aku Tuhan kamu sekalian?” Semua arwah manusia menjawab “yaa…! Kami bersaksi.” (QS. 7:72). Sejak "Janji Tauhid" inilah segala prilaku terhadap naik dan turunnya kadar ketauhidan manusia selalu dimonitoring. Bahkan kemudian Allah menguji kadar ketauhidan tersebut dengan menyatukan ruh-ruh manusia ke dalam sebuah jasad.

Mulai dari masa Pra-Dunia (alam arham), yaitu ketika masa pembentukan jasad manusia di dalam rahim ibu, manusia terus menerus diberi pelajaran oleh Allah lalu di uji. Setiap kali manusia lulus dalam setiap ujian, maka bertambahlah derajat ke tauhidannya satu derajat dan begitulah terus menerus hingga akhirnya manusia mulai masuk ke alam kubur ( alam barzakh ). Saat di alam kubur inilah segala pengujian atas ruh manusia kemudian dihentikan, dan saat-saat sakaratul maut merupakan ujian terakhir yang menentukan manusia apakah meninggal dalam keadaan "Khusnul Khotimah" atau "Su'ul Khotimah". Lalu pada akhirnya manusia di wisuda pada masa Yaumul Hisab dengan menerima ijazah dengan tangan kanan atau tangan kiri.

Ruh dan Jasad manusia memiliki kecenderungan sifat yang saling bertolak belakang. Jasad berasal dari tanah dan cenderung untuk selalu luruh ke bawah berkelompok dengan komunitasnya di bumi, sedangkan ruh manusia akan cenderung naik ke atas menuju ke alam arwah dimana asal kejadiannya ruh diciptakan oleh Allah. Keduanya, ruh dan jasad akan saling berbaur dan berusaha saling mengendalikan satu sama lain. Manusia yang jasadnya lebih berkuasa terhadap ruh akan senantiasa menyukai hal-hal keduniaan, cenderung mengikuti hawa nafsu yang rendah dan berderajat melata, sedangkan ruh manusia cenderung untuk kembali ke fitrahnya yaitu selalu berusaha kontak dengan Sang Maha Pencipta. Karena makanan bagi ruh manusia adalah bukan makanan secara fisik, tetapi makanan bagi ruh manusia adalah cahaya ilahi yang hanya diperoleh jika ruh itu terkoneksi secara langsung ke sumber cahaya.

Maka untuk memperkuat ruh manusia agar mampu mengendalikan rekan kerjanya (jasad) adalah dengan mempekuat ruh. Caranya adalah dengan memperbanyak makanan ruh, yaitu dengan "Sholat", sehingga ruh mempunyai asupan gizi yang lebih banyak dan pada akhirnya memiliki kedudukan yang lebih kuat dan mampu mengendalikan jasadnya, yang berarti pula mampu mengendalikan hawa nafsunya. " Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar" (QS. 29:45)

Alternatif kedua yaitu dengan memperlemah jasad dengan cara berpuasa (Siyam), sehingga tubuh fisik tidak akan pernah mampu mempunyai cukup daya untuk mengendalikan ruh. Atau dengan mengamputasi kepemilikan fisik yaitu dengan berzakat atau berinfaq (melepaskan sebagian kepemilikan) kepada mereka yang lebih membutuhkannya. Bahkan lebih lanjut dengan melakukan ibadah pamungkas yaitu ibadah "Haji". Dengan ibadah ini, upaya memperkuat ruh dan melemahkan jasad dilakukan secara serentak dan simultan. Sehingga jika hakekat ibadah haji benar-benar telah kita gapai, maka tugas ruh kita sebagai "Waliullah" benar-benar bisa terlaksana dengan benar.

Semakin kuat ruh mengendalikan jasad, maka akan semakin terbuka hijab (penghalang) yang menutup penglihatan ruh atas petunjuk-petunjuk Allah dan mengingatkan kembali atas "Janji sebelum segala janji" atau "Janji Tauhid" yang pernah kita ikrarkan pada saat berada di alam arwah. Dengan semakin terbukanya hijab maka manusia bisa kembali ke "track" asalnya dan akan menjadikan kita termasuk ke dalam golongan "orang-orang yang memenuhi janji". Sehingga secara bersama-sama ruh dan jasad selalu berada dalam bimbingan Allah SWT. Dengan tutorial dan bimbingan belajar dari Allah Sang pembuat soal-soal Ujian, maka ujian mana lagi yang tidak akan mampu diselesaikan dengan baik ?

Syahadatain : Ikrar yang selalu mengingatkan ruh akan Janji sebelum segala janji.

Lafadz Syahadatain : "Asshadu ala ilaha illallah wa ashadu anna Muhammadu Rasulullah". Ikrar pertama merupakan pengulangan terhadap ikrar manusia yang paling awal, yaitu "tidak ada Tuhan selain Allah", Tuhan yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya. Sebuah pengakuan sang makhluk terhadap keberadaan sang Kholik-nya ( Sang Maha Pencipta). Sebagai janji zat yang tercipta bahwa dia menerima konsekwensi sebagai makhluk untuk bersedia memenuhi kewajiban-kawajibannya untuk memenuhi keinginan-keinginan Sang Pencipta sesuai tujuan penciptaannya. Seperti halnya sebuah kursi diciptakan untuk diduduki atau berfungsi sebagai tempat duduk maka dia harus bersedia memangku siapapun yang mendudukinya, dia tidak berhak menolak keinginan dari sang penciptanya.

Ikrar kedua adalah sebuah identitas dari sekian banyak ruh yang telah Allah ciptakan, kapan ruh mulai dipersatukan dengan jasad. Termasuk dalam golongan umat siapakah ruh ini nanti pada hari akhir akan dikelompokkan. Karena kita dilahirkan ke dunia pada masa kerasulan Nabi Muhammad, maka kita diwajibkan juga berikrar atau bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul Allah.

Shalat sebagai makanan ruh yang menyehatkan.

Shalat adalah aktifitas jasmani (jasad) yang memfasilitasi ruh agar mendapatkan asupan makanan. Hal ini juga sebagai bukti ketundukan jasad atas keinginan ruh. Sehingga bagi manusia yang jasmaninya masih menguasai ruh, dia akan cenderung mengabaikan shalat, atau kalaupun fisik melakukan shalat, tetapi tubuh melakukannya dengan setengah hati. Hal ini disebabkan karena jasmani merasa bahwa shalat ini bukan kebutuhannya, dia hanya sekedar melaksanakan tugas sebagai rekan kerja saja.

Bahkan kalaupun akhirnya jasad membangkang untuk tidak memfasilitasi ruh untuk melakukan shalat, ruh kita sebenarnya masih tetap bisa melakukan shalat. Misalnya jika kaki kita tidak mampu untuk berdiri, kita bisa shalat sambil duduk. Jika dudukpun tidak bisa, kita masih bisa melakukan shalat dengan cara berbaring. Bahkan jika sebagian besar tubuh tidak bisa digerakkan, kita bisa melakukan shalat dengan isyarat. Jadi apapun keterbatasan fisik memfasilitasi kebutuhan ruh akan asupan gizi, jika ruh manusia bisa berlaku sebagai pemimpin, maka shalat tetap bisa dilaksanakan.

Layaknya sebuah "baterey" jika dayanya sudah mulai melemah, maka ia perlu dikoneksikan ke sumber daya (sumber listrik) agar level dayanya kembali meningkat. Dalam shalat, ruh kita mencoba untuk berkoneksi secara langsung dengan Allah sebagai sumber dari segala sumber kehidupan, sehingga level iman kita tetap bertahan bahkan jika perlu selalu diupayakan agar terus-menerus meningkat.

Sebagai analogi untuk bisa terjadi transfer daya, "baterey" tidak bisa begitu saja dihubungkan dengan jaringan listrik, dia perlu alat yang disebut "adaptor" atau "charger" dimana arus listrik dikonversikan dari arus bolak-balik (AC) bertegangan 220 menjadi arus searah (DC) bertegangan rendah ( 6 volt - 12 volt). Jika tidak ada proses konversi ini maka proses "recharge" tidak akan terjadi.

Demikian pula syarat mutlak agar proses "recharge" ini tidak merusak "baterey" itu sendiri adalah bahwa daya pada "baterey" harus menunjukkan level rendah. Oleh karenanya dalam shalat yang terdiri dari beberapa rukun yang diawali dengan "Takbiratul Ikhram" dan di akhiri dengan "Salam" itu, harus diawali dengan pengosongan diri manusia dari sifat-sifat ke angkuhan, syirik, rasa dengki, amarah dan sebagainya yang akan mengakibatkan indikator daya menunjukkan level yang masih tinggi.

Pada shalat, selain syarat-syarat kesucian yang harus dipersiapkan dengan ber-"wudlu" dengan tujuan agar jasmani berada dalam keadaan suci dan mampu mengantar ruh manusia menghadap Allah, ruh manusia harus dipersiapkan dengan pengakuan bahwa Allah Maha Besar ("Allahu Akbar"), tidak ada satupun selain Allah yang mampu menandingi kebesaranNya. Kemudian dilanjutkan dengan penyerahan secara mutlak manusia sebagai hamba, sebagai makhluk atas segala ketentuan-ketentuanNya " Inni Wajahtu, Wahjiah, lilladzi fatharas samawati wal ardhi.... Inna Shalati, Wanusuki, Wamahyaya, Wamammati, lillahi Rabbil Alamin..". Barulah dilakukan koneksi dengan cara menghaturkan puji-pujian "Bismillahi Rahman nir Rakhim", "Alhamdulilahi Rabbil Alamin", "Ar-Rakhman nir Rakhim", "Maalikiyau middin",... Baru kemudian setelah koneksi terhubung, kita mengajukan permohonan, pertolongan, petunjuk dan sebagainya. "Ihdinassyiratal mustakim" (mohon ditunjukkan jalan yang lurus). Memuji lagi, memohon lagi, dan begitulah terus-menerus hingga akhirnya ditutup dengan "salam".

Dengan makanan "shalat" yang menyehatkan ini, maka ruh kemudian menjadi lebih kuat dan terus semakin kuat, sehingga sanggup menjadi pemimpin yang mampu mengendalikan tubuh untuk melewati ujian-ujian duniawi dengan baik, serta mengumpulkan bekal pada ujian akhir dengan level ketauhidan yang semakin meningkat. Sehingga menjadikan kita termasuk ke dalam "Golongan Kanan".

Menafkahkan Sebagian Harta sebagai Wujud Tunduknya Jasmani kita atas kepemimpinan Rohani.

Fitrah dari jasad sebagai salah satu dari dimensi kemanusiaan kita adalah mencintai segala hal yang berbau keduniaan ( harta, wanita, anak-anak, serta binatang piaraan; QS. 3:14). Bahkan kecintaannya terhadap dunia tersebut seringkali mengalahkan kecintaan manusia sebagai makhluk terhadap Sang Kholik-nya. Sebagaimana shalat, zakat maupun infaq juga merupakan bentuk ketundukkan jasad kita terhadap ruh, karena dengan itu pula jasmani kita dituntut untuk mnengorbankan sebagian yang dicintainya demi memenuhi permintaan ruh atas kecintaannya terhadap Sang Maha Pencipta.

Puasa sebagai upaya meninggikan Ruh dan penundukkan atas jasmani manusia.

Saat dimana kualitas koneksi ruh dalam shalat semakin rendah, atau bahkan kuantitasnya pun semakin berkurang maka kedudukan ruh manusia sebagai pemimpin mulai terancam. Apalagi jika hawa nafsu semakin merajalela dan kebutuhan syahwat selalu dimanjakan, maka posisi jasad akan semakin kuat dan siap mengkudeta kepemimpinan ruh atas tubuh manusia.

Dengan berpuasa semua kesenangan yang dicintai oleh jasad harus dikendalikan. Makanan dan minuman yang sangat diinginkan oleh tubuh dikurangi dan dikendalikan. Nafsu dan semua keinginan semua harus dikendalikan. Dengan berpuasa ruh manusia berusaha menlokalisir aktifitas jasmani dan memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi ruh untuk berkuasa.

Ibadah Haji kombinasi dari upaya menafkahi Ruh dan Tuntutan Pengorbananan Jasadiah.

Dengan berhaji, ruh manusia mendapatkan tempat dimana komunitas ruh bisa terkondisikan selalu terkoneksi dengan Allah. Meskipun untuk mendapatkan kondisi yang kondusif tersebut, manusia harus rela melakukan pengorbanan yang lebih besar. Dengan berhaji di Baitullah, manusia dituntun untuk mengikuti prosedur perjalanan rohani, yang akan selalu mengingatkan ruh manusia kepada sejarah keberadaan ruh-ruh terdahulu dalam usahanya untuk tetap memenuhi janjinya kepada Allah sang Kholik. Pada setiap titik-titik persinggahan dalam perjalanan rohani tersebut, setiap ruh akan berusaha untuk berkomunikasi secara ruhiah dengan ruh-ruh terdahulu dan komunitas-komunitasnya, saling berbagi dan secara berjamaah berusaha terkoneksi dengan Sang Maha Pencipta.

Mudah-mudahan dengan kita lebih memahami hakekat dari keberadaan ruh kita, serta tanggung jawabnya untuk selalu memenuhi "Janji Tauhid", kita dianugrahi gelar sebagai manusia yang "Khusnul Khatimah" dan mampu di wisuda bersama dengan wisudawan-wisudawati " kelompok kanan". Amien...

Wallahu 'alam bi sawab.
This entry was posted on 7:09 PM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments:

My Blog List

  • Laughing before it’s illegal - [image: laugh]Don’t be afraid to laugh. Laugh not make you look like a fool or make your authority will go down if you have appropriate reasons. But you ...
    15 years ago
  • TRiMaKaSiH CiNTa - *Dan bila aku berdiri* *Tegar sampai hari ini* *Bukan karena kuat dan hebatku* *Semua karena cinta* *Semua karena cinta* *Tak mampu diriku* *dapat berdiri t...
    15 years ago