Pernahkah kita mencoba berbicara dengan seseorang, tetapi respon yang kita terima tidak sesuai dengan yang kita harapkan ? atau pernahkah kita berusaha menjawab sebuah pertanyaan dari rekan kita, tetapi rekan kita malah berkata “ yang aku maksud bukan itu…”. Apa yang sebenarnya terjadi, sehingga apa yang kita bicarakan dengan orang lain seakan-akan tidak sejalan. Hal ini mungkin terjadi, karena kita saling berbicara dalam kerangka pikiran yang berbeda.
Kita cenderung untuk berbicara dalam alam pikiran kita sendiri, bahkan terkadang berusaha memaksa orang lain untuk selalu mengerti kita, untuk selalu mematuhi semua pendapat kita. Bukankah tujuan kita berkomunikasi adalah untuk memberikan pengertian kepada lawan berbicara agar mereka mengerti maksud kita ? Sehingga apa yang kita minta, mereka bisa menerima dan melakukannya. Maka cobalah untuk berbicara berdasarkan pola fikir mereka. Cobalah berbicara berawal dari dasar-dasar pemahaman mereka, sehinga setahap demi setahap mereka akan menerima pendapat kita tanpa rasa curiga, tanpa rasa terpaksa.
Setiap rangkaian kata yang terucap dari bibir kita bisa menimbulkan pemahaman yang berbeda-beda, tergantung intonasi kita saat berbicara, sikap dan bahasa tubuh kita, latar belakang lawan bicara, serta tingkat pemahaman mereka. Saya akan mencoba memberikan sebuah ilustrasi tentang beragamnya tanggapan yang mucul dari sebuah kalimat hanya karena perbedaan peletakkan tanda baca.
Suatu hari seorang guru bahasa inggris memberikan sebuah kalimat : “ A woman without her husband is nothing “. Kemudian dia meminta kepada para muridnya untuk memberikan tanda baca pada kalimat tersebut dan menuliskannya pada selembar kertas, lalu lembar kertas itu dia minta untuk dikumpulkan di atas mejanya. Pada saat lembaran-lembaran itu diperiksa, dia mendapatkan bahwa sebagian besar murid laki-lakinya menuliskan : “ A woman without her husband, is nothing”. Tetapi sebagian besar murid-murid wanita menuliskan: “A woman : without her, husband is nothing”. Kalimat dengan kata-kata dan susunan yang sama, ternyata mempunyai arti yang berbeda hanya karena perbedaan peletakan tanda baca.
Kedua kalimat itu semuanya benar, tetapi itu hanyalah kebenaran relatif. Maka janganlah kita merasa bahwa diri kitalah yang paling benar, pendapat orang lain salah. Kita merasa benar, hanya karena berdasarkan kerangka pikiran kita sendiri, belum tentu orang lain sependapat dengan kita. Janganlah kita memaksakan kehendak kita kepada orang lain, tapi cobalah kita memberi pengertian agar orang lain paham apa yang kita maksudkan. Janganlah kita murka jika pendapat kita ditolak atau dicela, karena sebenarnya mereka hanya menguji pendapat kita, apakah sebenarnya pendapat kita memang layak untuk mereka terima. Jika kita bisa melewati ujian-ujian itu, maka keyakinan kita akan semakin bertambah, dan kitapun akan semakin mudah untuk menjelaskannya kepada orang lain.
(Renungan untuk mencari sebuah hakekat)
Laughing before it’s illegal
-
[image: laugh]Don’t be afraid to laugh. Laugh not make you look like a fool
or make your authority will go down if you have appropriate reasons. But
you ...
15 years ago
0 comments: